Kamis, 01 Januari 2015

International Petroleum Technology Conference 2014, Kuala Lumpur

Berbicara soal pendidikan tidak hanya seputar kegiatan akademik di kelas saja. Salah satunya adalah kegiatan konferensi. Aku sebagai mahasiswi mengenal istilah konferensi sejak mengikuti organisasi Society of Petroleum Engineers di Universitas Gadjah Mada. Pada saat itu aku menjadi panitia atau Student Volunteer saja sudah senang sekali. Ya, bahagia itu sederhana. Dimulai dengan keikutsertaan di organisasi, aku menjadi memiliki pandangan yang luas dan banyak teman tentunya. Salah satu quote dari Rory Asyari yang aku suka, "Bergaul dengan orang-orang keren fisik yang didapat hanya kesan. Bergaul dengan orang-orang keren ilmu yang didapat pengalaman dan value".

Saat menjalani kuliah S-2, aku bertemu dengan salah satu alumni yang sangat cerdas dan baik. Beliau adalah Rosmalia Dita Nugraheni. Mbak Dita, begitulah panggilan akrabnya. Aku dan Mbak Dita merupakan teman satu kelas yang kemudian menjadi partner dalam menulis paper. Mbak Dita banyak mengajariku bagaimana menulis paper yang baik karena memang pengalamannya jangan diragukan lagi. Terima kasih, Mbak Dita. Paper pertama kami pun diterima di AAPG International Conference and Exhibition 2012 di Singapore dan PIT IAGI ke-41 di Yogyakarta. Berbekal pengalaman tersebut, aku menjadi tertantang untuk menulis paper kembali dan mempublikasikannya.

Saat sedang riset tesis di Hokkaido University, aku memiliki Sensei (sebutan untuk dosen di Jepang) yang sangat baik dan mendukung aku untuk menulis paper. Paper-ku kali ini merupakan hasil riset tesis S-2. Aku mencoba peruntungan dengan mengirimkan abstract ke Internationa Technology Technology Conference 2014 di Kuala Lumpur. IPTC-KL 2014 ini merupakan salah satu ajang konferensi yang berkualitas dan tentunya akan memiliki reviewer yang ok. Kira-kira beginilah abstract yang membawa keberuntungan tersebut. 


Setelah menunggu pengumuman sekitar 3 bulan, akhirnya abstract-ku diterima IPTC-KL 2014. Itu artinya aku dapat mempublikasikan karya tesis di konferensi yang sangat bergengsi. Perasaan senang plus bangga menjadi satu. Aku langsung mengabari dosen-dosen pembimbing baik UGM maupun Hokkaido University. Respon positif pun aku dapatkan. Secara umum, mereka semua sangat mendukung salah satu projek besarku. Walaupun kadang ada perasaan takut mengenai biaya yang terus menghantui, aku tetap berusaha berpikir positif. Maklum saja, presentasi tersebut akan diadakan di Kuala Lumpur Convention Center yang pastinya akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk pergi ke Malaysia. Perasaan takut itu aku kubur dengan keyakinan bahwa aku pasti bisa berangkat atas ridho-Nya. Aku terus menulis paper tersebut dengan beberapa kali revisi sampai pada waktu deadline pengumpulan extended abstract berjalan dengan lancar.

Setelah pengumpulan tersebut, aku berada pada fase galau biaya. Maklum saja, saat konferensi di IPTC aku baru saja wisuda S-2. Aku masih berjuang sebagai jobseeker. Dengan kata lain aku tidak ada pendapatan pribadi untuk mendukung pergi ke Malaysia. Aku hampir putus asa tapi aku tidak tinggal diam. Aku mencoba berkomunikasi dengan dosen pembimbingku di UGM melalui e-mail. Aku berkata jujur apa adanya. Dan Alhamdulillah respon positif aku dapatkan. Seketika itu juga dosenku membalas e-mail yang kukirimkan. "Berapa biaya yang kamu butuhkan? Saya akan support untuk kamu presentasi di IPTC. Saya minta nomor rekening kamu ya. Nuwun", ujar Pak Sugeng di emailnya. Sontak aku pun kaget. Aku langsung mengucapka syukur yang tidak ada henti-hentinya. Rasanya pengen sekali loncat-loncat. Alhamdulillah.

Aku mulai mencari tiket pesawat ke Kuala Lumpur dan memesan penginapan yang tentunya memiliki harga yang miring. Maklum saja, uang pas-pas-an. Terkadang ada perasaan khawatir, apakah aku bisa bertahan selama 4 hari 4 malam di Kuala Lumpur dengan uang yang seadanya? Tapi sekali lagi, aku terus meyakinkan diri ini bahwa " Saat kamu memiliki niat yang baik, Allah SWT akan membantumu lewat perantara apapun". Singkat cerita, akhirnya aku berangkat ke Malaysia.

Sesampainya di Malaysia, aku tidak begitu kaget dengan culture di sana. Rumpun Indonesia dan Malaysia yang masih memiliki kesamaan membuat saya merasa seperti di negara sendiri. Tidak seperti saat aku riset di Jepang. Aku sangat merasakan shock culture. Di Malaysia didominasi oleh muslim dan tentunya itu sangat memudahkan aku mencari makanan halal. Aku menginap di salah satu penginapan di Bukit Bintang. Tidak begitu jauh untuk sampai ke lokasi konferensi yang notabene berada di Kuala Lumpur Convention Center (KLCC). Terdapat beberapa alternatif kendaraan sebagai sarana transportasi di Malaysia, namun aku lebih memilih untuk mengunakan monorail

Salah satu daya tarik pemandangan di Bukit Bintang.


e-Poster Presentation

Keesokan harinya aku bergegas untuk datang lebih pagi ke acara konferensi walaupun sesuai jadwal IPTC, aku akan presentasi pada pukul 17.30-18.00 waktu Kuala Lumpur. Tidak hanya konferensi yang menjadi daya tarik, kegiatan pameran perusahaan minyak dan gas (oil and gas exhibition) pun menjadi salah satu destinasi yang wajib dikunjungi. Apalagi saat itu aku masih menjadi jobseeker sehingga informasi mengenai profil perusahaan sangat aku perlukan. Keseluruhan acara IPTC dibuka dengan "Opening Ceremony". Secara objektif, acara tersebut sangat memuaskan jika dibandingkan dengan konferensi bertaraf internasional yang pernah kukunjungi. Baik professional maupun student, semuanya bergabung menjadi satu. Saat di dalam ruangan tersebut aku melihat banyak orang di sekelilingku yang menjadi orang-orang hebat di perusahaan migas. "Semoga suatu hari aku bisa menjadi bagian dari mereka", celetukku dalam hati.

Opening Ceremony di IPTC-KL 2014

Setelah acara pembukaan, pertarungan pun dimulai. Ada perasaan deg-deg-seer sesaat sebelum presentasiku dimulai. "Yaelah Ran, ini kan tesis kamu. Santai aja keleeus", aku meyakinkan dalam hati. Kali ini skema presentasi agak berbeda bila dibandingkan dengan konferensi-konferensi yang pernah aku ikuti sebelumnya walaupun bentuk presentasinya sama yaitu kategori poster. Di IPTC kategori poster dinamakan dengan e-Poster Presentation dimana setiap presenter diberikan satu layar monitor untuk mempresentasikan hasil penelitiannya. Beginilah kira-kira suasana konferensi kategori e-Poster Presentation di IPTC-KL 2014. 

Suasana e-Poster Presentation di IPTC-KL 2014

Sejak pukul 16.00 sesaat setelah kategori poster presentation dimulai, banyak orang yang berlalu-lalang sambil melihat dan bertanya pada presenter. Waktu menunjukan pukul 17.30, presentasiku pun dimulai. Pada saat itu terdapat beberapa profesional yang datang ke station-ku. Mereka memintaku untuk mempresentasikan hasil penelitianku. Mereka tampak sekali memperhatikan dan mendengarkanku sambil bertanya-tanya mengenai hasilnya. Aku pun menjawab dengan antusias karena salah satu tujuan untuk mempublikasikan penelitian ini adalah untuk mendapatkan masukan dari profesional migas yang konsentrasi di bidang diagenesis batupasir sesuai tema penelitianku. Hal yang paling berkesan saat berdiskusi dengan profesional migas adalah ketika Mr. Jeane dari Total France memperkenalkan diri. Kemudian beliau meminta aku mempresentasikan kembali karyaku, aku pun dengan senang hati presentasi di depannya. Luas Biasa! Itulah hal yang bisa aku gambarkan bagaimana senangnya hatiku. Sungguh pengalaman mahal yang tidak akan pernah dilupakan olehku karena dapat berdiskusi dengan diagenesis expert yang notabene berasal dari perusahaan Total France. Beliau banyak memberikan masukan mengenai penelitianku. Satu hal yang aku catat ketika berdiskusi dengan profesional adalah mereka tidak pernah menyalahkan teoriku yang salah. Justru mereka lebih senang untuk memberi masukan tanpa ada kata-kata yang menyudutkanku sebagai penulis. Padahal aku pun menyadari bahwa ilmu mereka jauh lebih tinggi dibandingkanku tapi mereka dengan rendah hati memberikan masukannya. Lesson Learned! 

Saat presentasi ePoster Session dan berdiskusi dengan Mr.Jeane Total France di IPTC-KL 2014

Mengikuti konferensi yang bertaraf internasional itu banyak sekali keuntungannya. Salah satunya kita dapat jalan-jalan di kota dimana tempat konferensi itu diadakan. Kebetulan acara ini di Kuala Lumpur, aku tidak lupa untuk mengabadikan foto Menara Kembar PETRONAS. Ini merupakan salah satu icon bagi negara Malaysia. Tetiba aku teringat semua perkataanku sehabis pulang dari Hokkaido University, Japan. Aku berkata, "Sehabis dari Jepang, aku ingin ke Malaysia untuk presentasi di IPTC". Saat itu aku masih menunggu pengumuman penerimaan abstract di IPTC. Aku membayangkan berdiri di bawah Menara Kembar PETRONAS dan berfoto di sana. Mimpi itu menjadi kenyataan. Alhamdulillah. Aku memang bukan berasal dari keluarga kaya raya yang dengan mudah pergi melancong ke luar negeri. Aku memiliki prinsip bahwa saat menjadi mahasiswi aku harus ke luar negeri dengan misi pendidikan atau kegiatan akademik. Alhamdulillah Allah SWT memeluk semua doaku. Aku pernah berkunjung ke Singapore pada tahun 2012, Thailand pada tahun 2013, Jepang pada tahun 2013-2014, dan terakhir Malaysia. Keseluruhannya aku lakukan karena kegiatan akademik. 

Menara Kembar PETRONAS di Kuala Lumpur


Aku tidak pernah takut untuk bermimpi. Aku tidak pernah takut untuk gagal karena itu semua adalah modal mental yang aku tanam untuk menjadi pribadi yang tangguh. Sebelum abstract-ku diterima IPTC, aku sempat merasakan ditolak AAPG ICE 2014 di Turki. Satu hal yang jangan pernah kita lupakan adalah keyakinan terhadap diri sendiri dan Allah SWT. Pantang menyerah dan berdoa yang tiada henti.

Salam Semangat,

Rani

Kamis, 09 Januari 2014

Ishikari World Festival 2013

Feeling so happy when i can open and write in my blog again. Today, i have plenty of time because i get failure in my sample's experiment. LOL! There is something trouble in my samples. It means that i must do again for the preparation of Scanning Electrone Microscope. I got stress on it, so that's why i opened my blog to write something about Japan. Well, several weeks ago i attended the Ishikari World Festival with my Indonesian's friend. World Festival is one of festival that exist in Japan. As you know that Japan became the center of education in Asia. So that's why, there are so many foreigners that take study in here both of master/doctoral and researcher. 

Each country has a organization that serves as gathering place of their community. For example, Indonesian Student Association is called by PPI (Persatuan Pelajar Indonesia). PPI Hokkaido. It's the name of the organization in Hokkaido area. This organization is so useful for student who study overseas. Why? Because we can meet our Indonesian friend, at least same language, same culture, and same taste of food. In my case, i studied in Hokkaido University which is located in Sapporo, so that's why i was became member of PPI Sapporo.

A lot of activities that i had joined in PPI Sapporo. One of them was Ishikari World Festival. Ishikari was one of district in Hokkaido. It was about 45 minutes from Sapporo-shi. My friends and i went to Ishikari with bus which is provided by committee. After arriving in that place, we prepared all of the stuffs to show Indonesian's culture. We had cooked "Bubur Kacang Ijo" and had fried "Kemplang Palembang". We also proveded Angklung to show the Indonesian's traditional music. It means that some International's friend can taste the foods and try to play Angklung. I'm proud to be Indonesian that having a lot of culture, foods, traditional musics and dances.

We're called it "Pojok Nusantara"

"Angklung" is avalaible for International Friends who wanna try.

Some PPI Sapporo and International Friends from Nigeria and China

I'm proud to use "Batik" in World Festival

In this occasion, i had task to dance "Ampar-Ampar Pisang" from Kalimantan Island. My friends and i have practice for 2 weeks to prepare all of it. I was so excited. Yeah, it was the first time i showed my ability to dance in JAPAN. LOL! And you know what, i danced in front of Japanese people and International student. What a wonderful experience in my life! Really, i couldn't forget it. Overall we showed the best of us. We were so beautiful using traditional custom. I love Indonesia so much!

Before dancing "Ampar-Ampar Pisang"

Dila, Rani (me), Della, Desi, Dita, and Shanaz. We are the dancers of "Ampar-Ampar Pisang"

"Ular Naga" was one of traditional playing of Indonesia. we also showed it.


PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Sapporo (Hokkaido University Student)
Left-Right: Cahyo, Irfan, Fajar, Dila, Deasy, Narumi, Mana, Desi, Rani (me), Dita, Liza, Isma, Shanaz, Ari, and Yasir.


Thanks God for the chances and the expensive experience in my life. I'm not a extraordinary person, but i'm a lucky person. See you in next story!


Rabu, 18 Desember 2013

Water, Water, Everywhere

Hello readers, it was long time i didn't write in my blog. So, sorry guys. There are a lot of deadline from Otake Sensei (supervisor) in Hokkaido University. Now, i have a little time to share my knowledge. In Hokkaido University, i have already taken 5 subjects that related to my background education. One of them is Environmental Geology. Hello guys, if you know that talking about geology is not only mining and oil and gas. There is most important thing in the world that we need everyday. It is water. Yeah! But in this case, i want to share about Hydrologic Hazards at the earth's Surface. It was my article as assignment of Environmental Geology's task. Happy reading ^^

Water, Water, Everywhere

New Orleans, the Crescent City, has the flattest, lowest, and youngest geology of all major U.S. cities. The city's "alps," with a maximum elevation of about 5 meters (16 ft) above sea level, are natural levees built by Mississippi River, and its average elevation is just 0.4 meters (1.3 ft). No surface deposits in the city are older than about 3.000 years. The city was established in 1717 on the natural leeves along the river. The leeves' sand and silt provided a dry, firm foundation for the original city, which is now called Vieux Carre (French "old square"), or "the French Quarter." Father from the river the land remained undeveloped, because it was mainly water-saturated cypress swamp and marsh formed between distributaries of the Mississippi River's ancient delta. There areas are underlain by as much as 5 meters (16 ft) of peat and organic muck (Figure 1). When high-volume water pumps became available about 1900, drainage canals were excavated into the wetlands to the north. Swamp water was pumped upward into Lake Pontchartrain, a cutoff bay of the Gulf of Mexico. About half the present city is drained wetlands lying well below sea and river level. The lowest part of the city, about two meters below sea level. The lowest part of the city, about two meters below sea level, is in the lively, historic French Quarter, noted for its music, restaurants, and other tourist attractions.

Figure 1. High-altitude false-color image of New Orleans a city almost completely surrounded by water. The light spot in the lower center is the city. Note that the Mississippi River meanders through it, Lake Pontchartain is to the north, and smaller Lake Borgne is to the northeast. Low, swampy delta lands appear brownish to the east and south. The land width in the photo is approximately 200 kilometers (125 ml).

Subsidence is a natural process in the Mississippi River delta due to the great volume and the sheer weight of the sediment laid down by the river. The sediment compacts, causing the land surface to subside. The region's natural subsidence rate is estimated to have been about 12 centimeters (4 in) per century for the past 4.400 years. The estimate is based upon C-14 dating of burried peat deposits and does not take into account any rise of sea level during the period. 

Urban development in the 1950s added to the subsidence. Compaction of peaty soils in reclaimed cypress swamps coincided with the period's construction of drainage canals and planting of trees, both of which lowered the water table. Peat shrinks when it is dewatered, and also oxidation of organic matter and compaction contribute to subsidence. Most homes constructed on reclaimed swamp and marsh soils in the 1950s were built on raised-floor foundations. These homes are still standing, but they require periodic leveling. Unfortunately, homes built on concrete-slab foundations, a technique that has just been introduced, sank into the muck and became unlivable. Other homes' foundation were constructed on cypress-log piles sunk to a depth of 10 meters or more (at least 30 ft). These house have remained at their original level, but the ground meet the house level. It is very common to see carports and garages that have been converted to extra rooms when subsidence has cut off the driveway access to them (Figure 2). One also sees many houses with an inordinate number of porch steps; the owners have added steps as the ground has sunk. In 1979, Jefferson and Orleans parishes (counties are called "parishes" in Louisiana) passed ordinances requiring 10- to 15-meter-deep wooden-pile foundations for all houses built upon former marsh and swamp land. This has been beneficial, but differential subsidence continue to damage New Orleans' sewer, water, and natural-gas lines and streets and sidewalks.

Figure 2. Differential subsidence around this pile-supported house has left the carport high and dry. The carport was converted to a family room, and fill was imported to bring the yard surface up to the previous level.


"Rain added to a river that is rank perfoce will force it overflow the bank". (William Shakespeare)


Refference : Environmental Geology (D. D. Trent, 2003)

20:47
December 18th, 2013
Laboratory of Sustainable and Resources Engineering, Hokkaido University



Senin, 04 November 2013

Perubahan

Dalam kehidupan, kadang kita juga harus melakukan keputusan yang besar untuk memulai sesuatu proses pembaruan. Berani membuang kebiasaan-kebiasaan lama yang mengikat, meskipun itu adalah sesuatu yang menyenangkan dan melenakan. Hanya bila kita bersedia melepaskan beban lama, membuka diri untuk belajar hal-hal baru, kita mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kita yang terpendam, mengasah keahlian kita sepenuhnya, dan menatap masa depan dengan penuh keyakinan! Tantangan terbesar untuk berubah di dalam diri sendiri dan kitalah sang penguasa atas diri kita sendiri.

Lokasi paling cantik saat Autumn di Hokkaido University


*Tulisan ini terinspirasi atas pengalaman diri sendiri yang sekarang menjalani riset tesis di Hokkaido University. Kerja keras. Itulah kebiasaan baru yang saya pelajari dari orang Jepang.*


17:59
HU International House Kita 8, Sapporo-shi

Jumat, 01 November 2013

Welcome Hokudai a.k.a Hokkaido University

Tepat satu bulan saya tinggal di pulau paling utara dari negara Jepang. Hokkaido. Tepatnya di kota Sapporo-shi. Terdampar di kota yang begitu dingin dan belum pernah saya rasakan sebelumnya. Meninggalkan keluarga, teman-teman di Indonesia, dan orang yang spesial tentunya. Berat. Tapi hidup itu pilihan. Berbekal tujuan mulia untuk menyelesaikan tesis, saya yakin untuk merantau ke negara ini.

Hokkaido University. Inilah universitas tempat saya menyelesaikan riset tesis. Bermula dari kebingungan untuk menyelesaikan riset dan akhirnya berjodoh di universitas ini. Alasannya sangat klasik. Uang. Iya, itulah hal yang menghambat penyelesaian riset saya. Seharusnya saya sudah tidak perlu memikirkan untuk mengeluarkan biaya riset, karena saya termasuk penerima Beasiswa Unggulan Fasttrack Dikti-BPKLN yang sesuai perjanjian di awal akan mendapatkan beasiswa berupa uang pendidikan, uang buku, dan uang penelitian tesis. Sayangnya itu semua hanya janji manis saja. Saya dan 124 teman fasttrack lainnya bernasib sama. Kami tidak mendapatkan uang penelitian sehingga kebanyakan dari kami membantu proyek dosen untuk bisa mendapatkan uang lebih atau sekedar ikut ke lapangan untuk mendapatkan data lapangan. Miris. Padahal gembar-gembor di awal sangat luar biasa gaungnya. Singkat cerita, saya stuck dengan tesis karena biaya.

Begitulah jalan Allah. Dia paling tau jalan mana yang terbaik untuk umat-Nya. Kemudian pada bulan Juni ada tawaran Scholarship of Long-term Overseas PARE (Population-Academic-Resources-Environment) Program Hokkaido University. Saat itu saya ragu, namun hati kecil saya ingin. Sempat mundur untuk tidak mendaftar tapi Allah berkata lain. Sore itu saya dikirim pesan singkat oleh sekretaris jurusan Pascasarjana Teknik Geologi. Kira-kira begini bunyinya:

"Rani, atas nama jurusan, kami menawarkan kamu untuk mengikuti program long-term-nya Hokkaido University. Kamu bisa riset tesis di laboratorium sana. Kalau kamu berminat, besok pagi datang ke ruangan saya ya."

Sontak kaget setelah membaca pesan singkat tersebut. Bingung. Begitulah gambaran pikiran saya saat itu. Seketika itu pun saya langsung menelepon orang tua untuk menanyakan bagaimana pendapat mereka. Saya sangat bersyukur memiliki bapak, ibu, dan kakak yang sangat open mind. Mereka sangat mendukung tawaran itu. "Ambil Mbak Rani", ungkap ibuku. Tak lupa saya pun diskusi dengan dia. Bahagia ketika memiliki seseorang yang mendukung langkah positif yang akan diambil. "Ambil. Kapan lagi kamu bisa riset di Jepang dengan bimbingan Profesor di Hokkaido University. Banyak orang ingin seperti kamu yang punya kesempatan seperti itu. Kamu bisa riset di Jepang itu adalah pengalaman yang sangat luar biasa", ujarnya. Begitulah dia, sangat menyenangkan saat berdiskusi dengannya. Thanks minions!

Segala kebutuhan di sana saya siapkan. Namun, sampel batupasir adalah harta yang paling berharga. Gimana gak? Sampel itulah hidup dan mati saya di Jepang. Kalau tidak ada sampel batupasir itu, mau apa saya ke Jepang. Bukan hanya saya yang repot untuk mempersiapkan segala kebutuhan di sana, tetapi semua orang direpoti. Maklum, saya akan menetap di Jepang selama 1 semester. Bukan waktu yang sebentar kan?

Saya berangkat tepat hari Sabtu, tanggal 28 September 2013. Tragedi banjir di bandara Adi Sucipto pun terjadi. Sedih rasanya diantar orang-orang terkasih. Mendengarkan nasehat mereka, memeluk mereka, melambaikan tangan. Ah, rasanya sangat dramatis. Namun, benar itu adanya. Mungkin ini kali pertamanya saya pergi ke luar negeri dalam jangka waktu yang cukup lama. Karena sebelumnya, saya melancong ke negara lain hanya untuk keperluan publikasi penelitian yang notabene hanya memakan waktu 1 minggu saja. Yogyakarta-Jakarta-Seoul-Sapporo. Itulah rute penerbangan saya. Lelah rasanya tapi pengalaman luar biasa dapat menaiki Airbus Korean Airlines. Dan yang paling penting adalah GRATIS! Haha tetep yang namanya mahasiswa mah :p

Sampai akhirnya saya sampai di bandara New Chitose, Sapporo. Saya dijemput oleh kedua teman dari laboratorium Sustainable Resources Engineering. Menggunakan kertas yang bertuliskan "Tri Rani Puji Astuti, Hokkaido University", dengan senyum sumringah saya melambaikan tangan. Berasa orang penting!

New Chitose Airport (kiri-kanan: Mas Cahyo, Mas Irfan, saya (Rani)).


Setelah itu kami dianter oleh supporter masing-masing menuju dormitory atau istilah yang lebih dikenal asrama. Asrama saya tidak terlalu jauh dari kampus. Sekitar 20-30 menit untuk mencapai fakultas teknik. Karena Hokkaido University notabene memiliki area yang sangat luas. Di Jepang sendiri memiliki tradisi berjalan kaki atau bersepedah untuk pergi ke kampus. Mereka yang membawa mobil ke kampus harus parkir jauh dari lingkungan kampus, karena untuk parkir sendiri harus bayar mahal dan memiliki aturan yang cukup ruwet. Ini sangat berbeda di Indonesia. Cuma 2000ribu buat parkir mobil. Shock culture. Tinggal di negara yang penuh dengan keteraturan dari negera yang kurang teratur. LOL!


Hokkaido University International House Kita 8

So far, saya sangat menikmati kehidupan di sini. Walaupun harus pergi jam 8 pagi, pulang jam 10 atau 11 malam. Karena orang-orang Jepang sangat pekerja keras dan memiliki etos kerja yang tinggi. Satu minggu diawal badan sampai sempoyongan karena kurag tidur. Hari-hari berikutnya saya menikmati semua proses ini. Dengan berbekal beasiswa sebesar 80.000 yen/bulan, saya harus bisa membagi uang untuk bayar asrama, makan, dan nabung untuk keperluan lainnya. 

Kadang keterbatasan itu indah dan justru mendewasakan. Just enjoy it!


See you in others story about Japan!

Participant of Longterm Overseas Hokkaido Program Scholarship Hokkaido University (Indonesia-Thailand-Jepang).

Main Gate of Hokkaido University


Hokudai


22.41
House Kita 8, Sapporo-shi.

Minggu, 08 September 2013

Geothermal Energy is a Future Alternative Energy

Tri Rani Puji Astuti, Department of Geological Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia.

This paper has been written for partial fulfillment of criteria for SPE Java Scholarship

SPE Java Scholarship Section, 2010-2011


Abstract

Energy is the important thing in human life in the world. Technology  is needed for energy usage. The technology of energy is a technology which is related to various components starting from sources, construction, saving, energy conversion, and the usage for the human needs. In the future, human civilization requires some researches and the development for the source of alternative energy. Nowadays, the usage level of energy fossil will cause the energy crisis. To solve this problem, many companies which run in energy industry try to find several ways to create some renewable energies. In fact, this problem solving runs very slow, and therefore the public realized that the resistance of energy is very important.


Introduction

One of the alternative energy which is developed in Indonesia is geothermal energy. Geothermal is a sources of heat energy which is contained in hot water, steam and rocks, and its exisity companied  by several minerals and other gases in one system which can't be separated during these occurences. Generally, the geothermal sources are associated with volcanic and also as a effect of geothermal gradient. Until at the end of year 2009, had been known that at least 265 locations of geothermal source in entire Indonesia which have 28,1 Gwe potential, Most of  these potentials are assosiated with the volcanic ring and also can be developed commercially for the electricity reactor.

Geothermal energy is a green energy if it's compared with kinds of fossil energy, and if it's developed, so that it will reduce the hazards of green house effect which cause global warming. The source of geothermal energy will never be exhausted because the forming process is always running as long as the environment condition can be balanced. And because the geothermal energy can't be exported, so the usage of this energy will be guided to cover all domestic electricity needs.

Now, the usages of electricity reactor just have reached 1189 Mwe or about 4% of overall potentials. All of the geothermal system type which have been used are volcanic, caldera, and volcanic cone-graben. It means that using of geothermal energy production will produce the power. The power can be used for electricity because it uses the heat source directly. So, the geothermal energy will be a main and vital alternative energy, because it can reduce the usage of energy fossil in Indonesia. Beside that, the fossil fuel value is going down and it can give more values for optimalization of using many kinds alternative energies in Indonesia.

Background

Generally, the energy source in Indonesia comes from fossil energy (oil, gas, and coal) which are not renewable where the values are going down. Although the usage of fossil based-energy, especially coal can cause pollution in huge value. Therefore, the Indonesia Government is required to develope the new energy which can replace the fossil energy usage in the future.

The position of Indonesia Archipelago is located among three huge plates (Eurasia, Hindia, Australia, and Pacific), and it makes Indonesia has complex tectonic setting. Subduction between continental plate and oceanic plate will produce a magma melting as s partial melting in crust rock and magma will be differed during its way to the surface. This process will produce magma chamber (silisic/basaltic) which makes ring of fire forming. The volcanic rings and its tectonic activity appear in some parts of Indonesia, and it's been concepted as a concept of geothermal system in Indonesia. Because of that, 40% of the geothermal potential is located in Indonesia.


Methodology

The potential alternative energy of Indonesia is geothermal. The basic of geothermal energy is heat from the center of earth. Hot water and steam which are produced in the earth can be used to provide the electricity. So that, the geothermal energy is a renewable energy because heat is produced continously in the earth and the rainfall refills the water.

The usage of geothermal energy for electrical reactor can be applied by drilling the area which has a potential of geothermal. The gas will come out from the drilling hole and it can be used to heat the boiler, so the steam can generate the turbine which is connected to a generator. So, geothermal energy can be converted to become electricity energy. The geothermal reservoir can be classified into two kinds; low temperature (<150˚C) and high temperature (>150˚C). The best type which can be used as a source of electrical power reactor is the high temperature. But, based on technology development, the low temperature geothermal source also can be used if the temperature is more than 50˚C.

In fact, the usage of geothermal energy in Indonesia is still less. Whereas this energy system has several better advantages than the fossil energy, because it's a green energy and it can reduce polutions of fossil fuel using. Then this energy is a renewable energy because the heat can be produced again and again in the earth. And it also can give economic benefit locally. As an example in Kamojang, the electricity has been distributed from PLTP PGE. Beside that, one of the innovation which had been developed is an electrical capsule which had been distributed to Bali. So, if the geothermal can be developed, the local area will get electricity distribution from PLTP in the local area. It's just like a regional distribution of an area where produces the geothermal energy. Hopefully, by the development of the geothermal energy can reduce the electricity cost in Indonesia. Even Indonesia can improve the coorporation with foreign investor to plant their financial capital for another electricity production. So the electricity production will not be dominated by PLN in Indonesia. But this energy also has several problems such as; very expensive installation cost, unreachable location and infrastructure. However, the government can make a deal of all these problems.

Conclusion

With the rich-volcanic in Indonesia, the geothermal energy can be an alternative energy which can be developed significantly to replace the fossil fuel which is going down on its values. With all the advantages and weakness of this energy, the geothermal can anticipate the energy crisis in Indonesia. Not only that, with this PLTP existency can create a possitive competition among electricial provider, so there will not be a monopoly system.


*Essay ini ditulis untuk memenuhi kualifikasi beasiswa Society of Petroleum Engineers Java Section 2010-2011. Essay pertama kali yang saya buat ketika duduk di semester 4. Semoga bermanfaat :) 

Sabtu, 07 September 2013

Society of Petroleum Engineers Java Section Scholarship 2011

Hello readers, long time no write! 

Maklum saja penulis sedang berjuang untuk menyelesaikan riset untuk tesis. Berhubung ada waktu kosong, tiba-tiba saat ini saya teringat mengenai Society of Petroleum Engineers Java Section Scholarship 2011. Untuk itu saya ingin membagi pengalaman ketika mencoba peruntungan untuk mendapatkan beasiswa tersebut.

Baik saya akan menjelaskan sedikit profil mengenai SPE (Society of Petroleum Engineers) yang merupakan salah organisasi internasional terbaik yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi. Organisasi ini memiliki anggota-anggota yang terdiri atas kalangan profesional dan mahasiswa. Biasanya kalangan profesional ini bekerja di bidang industri perminyakan, sedangkan untuk mahasiswanya sendiri biasanya kuliah di jurusan yang berhubungan dengan energi (Teknik Perminyakan, Teknik Geologi, Teknik Kimia, dan Geofisika). Society of Petroleum Engineers Student Chapter (SPE SC) inilah yang dikembangkan di universitas-universitas yang memiliki jurusan terkait. SPE SC di Indonesia sendiri dibagi menjadi 3 section, yaitu: Java Section, Kalimantan Section, dan Sumatra Section. Salah satunya adalah SPE SC UGM yang merupakan bagian dari SPE SC Java Section.

Selain menjadi wadah mahasiswa untuk berorganisasi, SPE sangat aktif mengadakan acara konferensi yang diikuti oleh kalangan profesional dan mahasiswa, smart competition, POD (Plan of Development), pemberian beasiswa, dan acara perkumpulan seluruh pengurus SPE SC di Indonesia. Dengan adanya seluruh kegiatan tersebut, mahasiswa menjadi termotivasi untuk berprestasi baik di dalam akademik maupun di dalam organisasi. Beasiswa SPE itu sendiri diberikan kepada mahasiswa yang menjadi pengurus ataupun hanya sebagai anggota SPE SC masing-masing universitas di setiap section. 

Saat itu saya sangat tertarik dengan beasiswa tersebut karena seleksinya sangat berbeda dengan beasiswa lain yang pernah saya ikuti. Berikut adalah beberapa aturan dan kualifikasi yang harus dipenuhi mahasiswa untuk mengikuti beasiswa ini, diantaranya adalah:
1. IPK > 3.25
2. Anggota atau pengurus SPE SC masing-masing universitas.
3. Membuat essay yang berhubungan dengan tema yang sudah disediakan oleh panitia (full in english).
4. Mempresentasikan hasil tulisan di depan pewawancara yang notabene adalah profesional di industri perminyakan. 

Pada saat itu, tema essay mengenai energi terbarukan. Saya menulis mengenai energi panas bumi yang memang sedang dikembangkan di beberapa negara. Hal yang sangat mendasari saya untuk menulis mengenai energi panas bumi karena Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki 40% penyebaran gunung api di dunia (ring of fire). Pada saat itu saya masih duduk di semester 4 yang notabene belum mendapatkan mata kuliah mengenai Geologi Panas Bumi. Namun, energi terbarukan bukanlah hal yang awam bagi dunia energi sehingga banyak seminar-seminar yang mengangkat tentang tema tersebut. Mengandalkan artikel-artikel dan berbagai jurnal mengenai energi panas bumi, saya menjadi yakin untuk menulis essay tersebut.

Semua harus dicoba. Ya, itulah yang ada di otak saya. Saat kita tidak pernah mencoba, kita tidak tahu seberapa hebat kemampuan kita. Semua essay ditulis full in english. Bermula dari mengumpulkan paper, jurnal, dan berbagai artikel mengenai energi panas bumi, kemudian essay yg saya buat pun jadi. Tantangan tidak berhenti pada pembuatan essay saja, namun saya harus mempresentasikan di depan ketua panitia SPE  Java Section Scholarship, Bapak Teddy Komarudin dari Pertamina. Presentasi dilakukan di Quality Hotel, Yogyakarta. Pak Teddy Komarudin membuka wawancara dengan pertanyaan sekitar perkuliahan, organisasi, dan keluarga. Kemudian dilanjutkan dengan pertanggungjawaban essay saya mengenai energi panas bumi. Sempat agak grogi karena seluruh kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan Bahasa Inggris. Bukan tidak bisa, bukan. Hanya saja, sedikit kaku dan ini pengalaman pertama kali saya mencoba peruntungan beasiswa dengan metode kualifikasi seperti ini. Secara keseluruhan presentasi berjalan lancar.

Satu bulan kemudian pengumuman beasiswa SPE Java Section Scholarship 2011 pun keluar. Alhamdulillahnya saya diterima dan mendapatkan beasiswa tersebut. Setiap universitas hanya dipilih 5 mahasiswa yang berhak mendapatkan beasiswa tersebut. Kalau rezeki tidak akan kemana. Dengan bermodalkan essay yang saya buat, saya bisa mendapatkan Rp 7.000.000,- dari beasiswa tersebut. Thanks God! Beasiswa tersebut adalah beasiswa terbesar yang pernah saya dapatkan. Setelah pengumuan tersebut, seluruh penerima beasiswa SPE  Java Section  Scholarship 2011 dikumpulkan untuk makan bersama di Hotel Mulia, Jakarta dengan pejabat-pejabat SPE Java Section yang notabene merupakan orang-orang hebat di industri perminyakan. Saya juga bertemu dengan teman-teman dari ITB, Trisakti, UPN Veteran Yogyakarta, dan UI.

Pengalaman yang sangat luar biasa. Bagi saya "Hidup tanpa impian sama halnya dengan berjalan tanpa tujuan". Karena itu saya selalu berani untuk mengukir suatu impian besar dalam hidup walau sepertinya sulit untuk diwujudkan. Namun, satu hal yang saya percaya "Setiap usaha/kerja keras yang dilakukan dengan kesungguhan dan doa tidak akan pernah ada yang sia-sia".

Terimakasih SPE International dan SPE UGM SC atas pengalaman berorganisasi kurang lebih 3 tahun ini. Kerja bareng, konferensi, lomba-lomba, gathering, dan semua aktivitas yang saya rindukan sampai hari ini.


Salam Semangat,

Rani