Hari itu tanggal 1 Desember 2012 sedang diadakan Seminar Kebumian Nasional di KPFT UGM, saya menghadari acara tersebut untuk melihat presentasi publikasi penelitian. Sekedar menghabiskan waktu di hari Sabtu, saya datang bersama teman-teman. Kebetulan sekali teman-teman satu angkatan saya pun akan mempresentasikan hasil penelitiannya. Maklum saja, kami adalah angkatan 2008 yang notabene mahasiswanya sudah sibuk dengan tugas mulia a.k.a skripsi. Sehingga menghabiskan waktu bersama teman itu adalah hal yang sangat menyenangkan. Saya tidak akan menceritakan tentang Seminar Kebumian Nasional itu seperti apa, tetapi ada hal yang sangat mengejutkan saat acara tersebut sedang berlangsung. Acara tersebut berjalan lancar sebagaimana mestinya. Saat
coffee break, saya dan teman-teman langsung menyerbu makanan kecil yang disediakan panitia. Tiba-tiba dosen pembimbing saya Dr. Sugeng Sapto Surjono memanggil saya.
Pak Sugeng : "Rani, kamu punya paspor kan?"
Rani : "Iya, Pak. Rani punya".
Pak Sugeng : "Kamu siapkan paper skripsimu ya. Januari kamu ke Thailand."
Rani : "Oh ya, Pak." (sambil kaget, pengen loncat-loncat sebenarnya. Saking girangnya. Tapi tetep
stay cool.)
Pak Sugeng : "Ada 6 orang mahasiswa S2 yang terpilih dan kamu salah satunya".
Rani : "Alhamdulillah. Terimakasih, Pak. Itu acara apa ya, Pak?"
Pak Sugeng : "Itu acara seminar mahasiswa S2 se-ASEAN dan Jepang".
Rani : Oh iya, Pak. (Sok ngerti aja, padahal ga tau juga itu acara apa.)
Begitu singkat cerita, hal yang menyenangkan saat mengikuti acara tersebut. Saya senang sekali. Rasanya ingin loncat-loncat dan teriak-teriak. Tapi apa daya, saya masih ada di acara formal tersebut. Senyum-senyum sendiri. Begitulah gambaran muka saya. Banyak teman yang bertanya mengapa muka saya sumringah sekali. Tapi saya belum mau menceritakan kabar bahagia tersebut. Entah mengapa, saya selalu punya prinsip bahwa "kalau sudah pasti, baru akan cerita". Bukan saya pesimis, bukan. Tapi kalau tidak jadi, malunya setengah mati. Saya juga belum tau bagaimana seluk beluk acara tersebut. Singkat cerita saya berangkat ke Thailand bersama kelima teman S2 dan dosen-dosen Teknik geologi UGM.
Thailand, I'm coming
Yeah, ke luar negeri lagi. Senang bukan kepalang. Masih belum percaya saya dan kelima teman S2 dapat pergi bersama ke negeri yang berlambangkan gajah putih itu dengan biaya 0 rupiah. Yups, kami diberikan gratis biaya transportasi, akomodasi, dan uang saku selama di Thailand oleh JICA-Japan. Bukan masalah
ndeso atau tidak, ini masalah kebanggaan. Tidak semua orang memiliki kesempatan tersebut. Bagi sebagian orang yang memiliki uang berlebih, mungkin mereka dengan mudah pergi ke luar negeri hanya sekedar berlibur bersama keluarga. Tapi bagi saya dan keenam teman saya, ke Thailand adalah pekerjaan yang sekali mendayung dua, tiga pulau terlampaui. Kami memiliki kewajiban untuk mempublikasikan hasil penelitian. Tetapi kami juga dapat berlibur di negara tersebut.
Kami berangkat tanggal 9 Januari 2013 dengan penerbangan bersama Garuda Indonesia. Asik. Nyaman sekali ini pesawat. Jarak tempuh menuju Bangkok, Thailand sekitar 3 jam dan tidak ada perbedaan waktu antara Indonesia dan Thailand. Hanya terpaut beberapa menit saja. Kebetulan dari Indonesia, UGM dan ITB yang menjadi peserta seminar tersebut. Sesampainya di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, kami rombongan dari Indonesia telah ditunggu oleh panitia Chulalongkorn University.
@Suvarnabhumi Airport, Bangkok, Thailand
Menuju hotel dengan menaiki bis tingkat ala Thailand. Kesan pertama, ternyata Bangkok mirip Jakarta. Hanya saja Bangkok lebih bersih, lebih tertib, dan tidak macet seperti Jakarta. Kami langsung menuju Pathumwan Princess Hotel. Hotel ini notabene berada di pusat Kota Bangkok dan langsung terhubung dengan salah satu mal terbesar di Bangkok. MBK.
Bis tingkat ala Thailand
Sekitar 15 menit waktu dihabiskan untuk sampai di hotel dari bandara. Seluruh mahasiswa dan dosen dari UGM dan ITB dikumpulkan di lobi hotel terlebih dahulu untuk pembagian kamar. Kebetulan sekali saya satu kamar dengan sahabat saya, Mbak Naru. Kemudian kami dipersilahkan untuk ke kamar masing-masing. Saya dan Mbak Naru sudah sepakat untuk tidak jaim alias jaga
image. "Pokoknya kita
ndeso-ndeso-an ya, Ran." begitu ujar Mbak Naru. FYI, hotel kami adalah hotel berbintang lima di Bangkok. Untuk ukuran mahasiswa, hal tersebut sangatlah lebih dari cukup untuk dapat memanfaatkan segala fasilitas yang ada di hotel. Khususnya untuk semua fasilitas yang berlabelkan "FREE". Hahahaha. Saya sempat mengabadikan foto kamar kami. Begini kiranya kenyamanan kami saat itu.
@Pathumwan Princess Hotel
Malam harinya, kami harus menyerahkan poster paper kami masing-masing. Kebetulan saya memang mendapatkan bagian sebagai
Poster Presentation. Tidak mau melewatkan waktu sedikit saja di Bangkok, selesainya mandi kami langsung jalan-jalan di sekitar Bangkok. Saat itu kami sudah sangat lapar, sehingga kami tidak mau mencoba makanan Thailand yang belum tentu cocok di lidah kami. Alhasil, McD-lah yang menjadi pilihan kami untuk makan malam. Saat itu kami berpikir bahwa McD insyaAllah halal, karena memang tidak mengandung babi. Tetapi tanpa kami duga, rasa McD di setiap negara itu berbeda satu dengan yang lainnya. Karena memang sudah disesuaikan dengan lidah masyarakatnya. Rasa pedas di ayam tersebut bukan dari cabe melainkan rempah-rempah khas Thailand yang rasanya sangat "sengau" di hidung. Gagal. Malam itu perut kami tidak karuan. Tapi itulah sejatinya yang dinamakan pelancong di negara orang. Kemudian kami melanjutkan jalan-jalan di sekitar Bangkok dan salah satu mal terbesar di Bangkok. MBK.
Kiri-kanan : Mas Maul, saya (Rani), Mbak Naru, Brilian, dan Astika.
Kiri - kanan : Saya (Rani), Mbak Naru, Astika, Brilian, dan Mas Maul.
Selalu menemukan foto ini di seluruh penjuru Thailand. Raja yang sangat dihargai masyarakatnya.
@MBK, Bangkok, Thailand
Tuktuk adalah alat transportasi tradisional ala Thailand.
First Day, Poster Presentation
Tujuan utama saya dikirim UGM ke Thailand adalah untuk mempresentasikan hasil penelitian skripsi saya bukan berlibur. Kalau bisa jalan-jalan itu hanya tambahan saja. Saya mempublikasikan riset tersebut pada acara yang bernama "
Kick-off Seminar on ASEAN-Japan Build-up Cooperative Education Program for Global Human Resource Development in Earth Resources Engineering". Pada kesempatan itu yang menjadi tuan rumah adalah Chulalongkorn University. Semua panitia memperlakukan kami dengan sangat ramah dan baik. Acara dimulai dengan pembukaan oleh petinggi-petinggi Chulalongkorn University, Kyushu University, dan JICA yang menjadi sponsor dari acara tersebut. Seluruh peserta yang menjadi presenter paper, baik oral maupun poster adalah mahasiswa-mahasiswa program Master yang ada di ASEAN (Indonesia, Malaysia, Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Singapura) dan Jepang sebagai pihak penyelenggara dan pemberi sponsor.
Banyak hal yang saya pelajari dari acara tersebut. Acara dimulai sangat tepat waktu sesuai jadwal yang telah dibagikan pada peserta. Kalian tau mengapa? Ya, karena pihak penyelenggara adalah Jepang. Mereka sangat disiplin. Saat mengisi ruangan konferensi, mahasiswa Jepang langsung duduk di bagian depan. Hal itu sangat berbeda dengan budaya mahasiswa Indonesia yang terbiasa enggan untuk duduk di barisan depan, lebih suka mengisi di barisan tengah dan belakang. Entah mengapa hal tersebut sudah melekat pada mental mahasiswa Indonesia. Kemudian hal lain yang saya pelajari dari mahasiswa Jepang adalah mereka tampil apa adanya. Saat presentasi mereka menggunakan jas almamater universitasnya tanpa merias wajah sama sekali. Itulah orang Jepang, tetap sederhana tapi wajah selalu cantik merona. Natural.
Acara dimulai dengan presentasi untuk bagian oral presentation. Tepat jam 14.00 waktu setempat merupakan bagian untuk poster presentation. Masing-masing presenter diberikan waktu 10 menit unutk memaparkan hasil penelitiannya. Saat itu saya membawakan judul, "
The Effect of Diagenetic For Porosity Sandstone of Batu
Ayau Formation, Upper Kutai Basin, East Kalimantan, Indonesia". Namun, untuk presenter dari poster presentation, kami diberikan tanggung jawab untuk menjaga poster sehingga ketika ada pengunjung yang datang untuk melihat dan bertanya mengenai penelitian tersebut dapat langsung dijawab dan diberikan penjelasan oleh presenter. Lancar. Begitulah presentasi untuk publikasi paper saya yang ke-4 ini. Beberapa moment telah diabadikan saat saya sedang mempresentasikan hasil penelitian saya.
Saya (Rani) saat mempresentasikan hasil penelitian skripsi.
Sesaat setelah presentasi selesai. Kiri-kanan: Mbak Naru, saya (Rani), Astika, Pak Lucas, dan Mas Sufi.
Kiri - kanan : Mbak Naru, saya (Rani), Astika, Pak Lucas, Mas Maul, Mas Sufi, dan Brilian.
Kiri - kanan : Mbak Naru, Pak Agung, saya (Rani), dan Brilian.
Berhubung penyuka warna merah muda, poster pun saya buat dengan nuansa merah muda. Girly.
Malam harinya, acara dilanjutkan dengan hiburan untuk mereleksasikan pikiran peserta-peserta yang merasa lelah setelah presentasi. Kami makan malam bersama dengan hidangan ala Pathumwan Princess Hotel. Berbagai makanan ada di sini. Bagi mahasiswa Indonesia ini merupakan ajang untuk ndeso-ndeso-an. Saya bersama dengan teman-teman UGM dan ITB selalu tertawa terbahak-bahak ketika mencoba semua makanan yang disajikan. Kami bolak-balik ambil makanan ini, coba makanan ini itu. Geli bila mengingat semua kenangan itu. Sejatinya itulah yang dinamakan enaknya berstatuskan "mahasiswa". Semua serba dimaklumin. Hahahaha :)
Dinner @Pathumwan Princess Hotel. Kiri - kanan : Mas Maul, Astika, Mbak Naru, saya (Rani), dan Brilian
Kemudian kami pun melihat pertunjukkan tarian tradisional Thailand. Awesome. They were extremely beautiful. Sorak riuh pun terdengar langsung dari peserta konferensi, khususnya laki-laki. "Ini adalah hiburan yang sangat menyenangkan", ujar Mas Sufi. Tarian tradisional Thailand ini menggunakan lilin dan payung. Gerakannya dinamis, tidak cepat, dan tidak juga lambat. Saya pun terkesima dengan kecantikan penari-penari tersebut. Pihak panitia memberikan waktu bagi para peserta untuk berfoto bareng dengan penari-penari tersebut. Heboh. Begitulah gambaran mengenai situasi paska penari-penari Thailand menari.
Tarian tradisional Thailand menggunakan lilin.
Tarian tradisional Thailand menggunakan payung.
Kelenturan penari tradisional Thailand sangat terlihat saat dia menggerakkan tubuhnya.
Kami sempat berfoto dengan penari-penari Thailand. Kiri - kanan : Mas Maul, Astika, Pak Agung, Mbak Naru, saya (Rani), dan Brilian.
Second Day, Perlite Mine Fieldtrip @Pnomchat Hill, Lopburi, Thailand
Setelah malamnya seluruh peserta dan panitia melepas lelah dengan berbagai hiburan, pagi harinya kami harus sudah siap pukul 05.00 waktu Thailand untuk bersiap-siap fieldtrip ke Perlite Mine di Pnomchat, Lopburi, Thailand. Seluruh peserta dibagi menjadi 2 rombongan. Karena terdapat dua lokasi yang menjadi pilihan masing-masing peserta. Saya dan teman-teman UGM memilih ke tambang Perlite. Perjalanan menuju tempat singkapan perlite tersebut membutuhkan waktu 3 jam. Panitia memberikan masing-masing peserta bekal sarapan pagi. Makanan tersebut dibungkus dengan kotak besar berwarna hijau. Cantik sekali kemasannya. Kebetulan saat itu, saya satu mobil dengan mahasiswa-mahasiswa dari ITB. Kami membuka kotak makanan tersebut. Dan woooow... speechless! Makanan tersebut tidak yang sesuai kami bayangkan. Maklum, saya dan teman-teman merupakan lidah orang Indonesia asli. Jadi saat itu dipikiran kami, sarapan itu ya nasi. "Mana kenyang kayak gini!", celetuk salah satu teman saya dari ITB. FYI, isi kotak besar itu hanyalah roti kecil, telur rebus, merica, butter, susu, apel segar, dan orange juice. Saya pun yang notabene pencinta makan, hanya nanar memandang kotak itu. Diam dan hanya mencelos saja. Mungkin sarapan pagi yang sehat menurut mereka seperti itu. Tapi jika dipikir, semua makanan tersebut memang memenuhi 4 sehat 5 sempurna. Namun maklum saja, kami anak geologi. Prinsip kami yang penting kenyang, gizi belakangan. LOL!
Sesampainya di tambang Perlite, kami disambut oleh pemilik perusahaan tersebut. First impression saya untuk pemilik tambang tersebut, ternyata beliau sudah tua tapi tetap bergaya ala koboy. Selidik punya selidik, beliau lulusan Geologi Chulalongkorn University. Memang, lulusan geologi itu tetap keren walaupun sudah tua. Dengan memakai topi bergaya koboy, Beliau menjelaskan Perlite itu seperti apa. Sangat memberikan pengetahuan baru tentang geologi yang tidak saya dapatkan selama belajar di Indonesia.
FYI, Perlite adalah gelas volkanik yang memiliki kandungan air yang tinggi, secara tipenya terbentuk akibat proses hidrasi pada obsidian. Stop. Saya tidak akan menjelaskan Perlite itu seperti apa secara detail, karena saya akan menulis tentang Perlite di lain kesempatan. Ternyata Perlite ini banyak sekali kegunaannya mulai dari bahan manufaktur, semen plaster, insulasi batubata, penyubur tanah, makanan tambahan untuk hewan, bahkan dijadikan sebagai obat jerawat. Sungguh luar biasa. Saya diperlihatkan bagaimana mengolah Perlite, diajak ke lapangan agar saya tau singkapan Perlite itu seperti apa. It was very beneficial and valuable
experience in both academic and non-academic. Saat kami hendak pulang, pemilik tambang memberi kami obat jerawat. Beliau berkata, "Jika obatnya cocok, kita bisa kerja sama untuk bisnis obat jerawat di Indonesia". Ramah. Begitulah kesan yang saya tangkap usai acara fieldtrip selesai.
Hand specimen of Perlite
Pemilik tambang akan mempresentasikan mengenai Pelite, sebelum peserta ke lapangan.
setelah
Tambang Perlite @Pnomchat Hill, Lopburi, Thailand
Di depan singkapan Perlite, kami sempat mengabadikan foto bersama.
Obat jerawat dari mineral lempung bentonite.
@Chulalongkorn University
Perjalanan masih berlanjut menuju kampus baru dari Chulalongkorn University yang memakan waktu sekitar 2 jam. Kami terlelap karena memang sebelumnya merasa lelah setelah dari lapangan melihat singkapan Perlite. Perut saya sudah lapar bukan main. Alasan utama bukan karena habis dari lapangan, tetapi memang tadi pagi sarapannya hanya telur rebus. Kami disambut oleh pihak universitas Chulalongkorn. Satu hal yang mengganjal di hati saya. "Gimana kalau makanan yang disajikan rasa bumbunya sengau lagi seperti McD kemaren malam?", begitu gerutu saya dalam hati. Pasrah. Begitulah keadaan saya saat itu.
Makanan pun telah terhidang. Semua membaur antara dosen dan mahasiswa. Kebetulan saat itu saya satu meja dengan teman ITB, UGM, dan dosen Kamboja, Malaysia, dan Thailand. Agak canggung, karena saya harus makan satu meja dengan dosen dari luar negeri. Bukan masalah tidak percaya diri, bukan. Tapi jika saya ingin makan banyak, nambah, atau mau ambil ini, ambil itu, pastinya jadi malu-malu kucing. Apalagi perut saya sudah lapar dan tidak bisa diajak kompromi. Makan pun dimulai. Makanan tersaji dengan rapih dan terlihat enak. Tapi saya terlalu berhati-hati, karena trauma dengan bumbu sengau khas Thailand. Saya pun cari aman dengan mengambil bebek bumbu kecap saja. Padahal menu yang tersaji sangat beragam, mulai dari sup sirip hiu, ikan bumbu Thailand, dan sayur khas Thailand.
Kampus baru Chulalongkorn University, Thailand.
Menu makanan yang disajikan (sup sirip hiu, bebek bumbu kecap, sayur khas Thailand, dan ikan bumbu Thailand) saat berkunjung ke kampus baru Chulalongkorn.
Suasana mahasiswa dan dosen saat makan bersama di kampus baru Chulalongkorn.
Tujuan utama ke kampus baru Chulalongkorn ini untuk melihat laboratotium-laboratorium yang dibangun di kampus ini. Seperti yang diketahui bersama Chulalongkorn University ini merupakan universitas terbaik di Thailand. Sangat lengkap laboratorium yang ada di sini. Kami pun diajak berkeliling dan diterangkan satu persatu kegunaan laboratorium yang ada di kampus tersebut. Salah satunya adalah Laboratorium Biogas. Saya cukup tertarik ketika mendengar penjelasan mengenai laboratorium ini. Mahasiswa di Chulalongkorn telah diajarkan bagaimana bisa mengolah biogas secara langsung. Mungkin ini dapat dijadikan studi banding untuk Teknik Geologi UGM yang notabene terbaik di Indonesia. Tidak dipungkiri, fasilitas yang baik dapat menunjang mahasiswanya untuk terus inovatif.
Laboratotium Biogas @Chulalongkorn University
Peserta fieldtrip yang sedang mendengarkan penjelasan dosen Chulalongkorn University.
Kiri - kanan : Saya (Rani), Astika, Zakiko (Kyushu University), dan Mbak Naru.
Saya (Rani) dan Mbak Naru bersama panitia Chulalongkorn University.
@ Ayutthaya, Thailand
Masyarakat Indonesia sangat terkenal dengan kekeluargaanya. Maka tidak aneh, ketika kita berpergian pasti semua orang yang kenal minta dibawakan oleh-oleh. Sudah tradisi. Mungkin itu sebutan khas untuk kita. Pihak Panitia membawa kami untuk melihat lokasi wisata yang terkenal di Thailand. Salah satunya adalah Ayutthaya. Namun sebelumnya kami diajak panitia untuk melihat tempat bersejarah di Thailand. Ayutthaya merupakan kota tua yang dulunya berupa kerajaan di Thailand. Terletak di utara Bagkok, sekitar 76 kilometer. Kami melihat terdapat kuil besar yang sekarang dijadikan tempat sembahyang bagi masyarakat sekitar. Hal yang saya perhatikan dari kuil tersebut adalah setelah sembahyang mereka selalu menempelkan kepingan emas ditubuh patung Buddha tersebut.
@Ayutthaya
Masyarakat Thailand yand sedang sembahyang.
Patung Buddha terbesar yang pernah saya lihat.
Pemandangan patung 1000 Buddha di Ayutthaya.
Brilian dan Mas Sufi yang berfoto di depan patung Buddha yang tertidur. What a big Buddha's sculpture!
Kiri - kanan : Habibi (ITB), Astika, Mbak Naru, saya (Rani), Mahesa (ITB), dan Mas (ITB)
Pemandangah
Ma
@Floating Market Ayutthaya, Thailand.
Floating Market Ayutthaya merupakan stop site terakhir yang memang paling ditunggu oleh mahasiswa-mahasiwa dan dosen-dosen dari Indonesia. Karena tradisi "oleh-oleh" yang telah melekat di jiwa dan raga masyarakat Indonesia. Tempat ini sudah menjadi tempat wisata yang terkenal untuk membeli oleh-oleh. Mungkin jika di Jogja, Malioboro-lah tempatnya. Namun, tempat belanja di Ayutthaya ini sangatlah berbeda, karena tempat jualan mereka mengambang di atas sungai. Floating means "mengambang". Cukup menyenangkan saat tawar-menawar dengan pedagang di sana. Tidak semua pandai menggunakan Bahasa Inggris. Komunikasi kami sangat mengandalkan pada kalkulator. Kami saling menekan angka yang tertera pada kalkulator, kemudian menunjukkan pada pedagang dan sebaliknya. Begitu seterusnya sampai didapatkan harga kesepakatan. Sangat berkesan.
@Floating Market, Ayutthaya, Thailand
Kiri - kanan : Pak Lucas, Mas Sufi, Pak Udin, Mas Maul, Pak Agung, dan Brilian.
Tempat belanja yang mengambang di atas sungai. Floating Market.
Pedagang yang tawar-menawar di atas perahunya.
Kiri - kanan : Stephani (ITB), Mbak (ITB), Mbak Naru (UGM), saya (Rani), dan Astika (UGM).
Kiri - kanan : Mbak (ITB), Stefani (ITB), Mbak Naru, saya (Rani), dan Stefanus (ITB).
Kiri
Keesokan Harinya kami bersiap-siap untuk kembali ke Indonesia. Pengalaman yang sangat berharga. I'm so lucky person. Alhamdulillah. Hanya itu yang bisa saya katakan. Tak pernah terbayangkan sebelumnya. Tapi percaya, aku, kamu, kita semua pasti bisa. Tak perlu memiliki uang banyak jika ingin ke luar negeri. Sekali lagi saya tekankan, jika kita pergi ke luar negeri bersama keluarga untuk sekedar liburan karena kekayaan orang tua, itu biasa. Tapi jika kita dapat pergi ke luar negeri untuk kepentingan pendidikan dengan 0 rupiah, itu yang luar biasa. Bangga. Jadilah mahasiswa yang out of the box. Kita bisa membuat penelitian, riset kecil-kecilan tapi hasil jerih payahmu. Karena sesungguhnya riset itu tidak harus yang besar dan mahal. Maka, kamu berhak mendapatkan apresiasi yang luar biasa. Banyak institusi dan perusahaan yang memberikan perhatiannya untuk mahasiswa-mahasiswa yang inovatif. Karena mereka tidak segan untuk membiayai kita untuk mengikuti konferensi bertaraf internasional. Kuncinya teruslah kreatif, inovatif, jangan mudah menyerah, tentunya doa yang senantiasa kepada Yang Maha Mengatur hidup manusia.
Be High Quality Student!
@Suvarnabhumi Airport, Bangkok, Thailand. Kiri - kanan : Astika, Mbak Naru, saya (Rani), Brilian, Mas Maul, dan Mas Sufi
Salam Semangat,
Rani