Sabtu, 11 Mei 2013

Mana Semangatmu, Ran!

Entah mengapa, akhir-akhir ini saya sulit untuk konsentrasi dengan tanggung jawabku sebagai mahasiswi tingkat akhir. Tugas mulia untuk menyelesaikan thesis memang susah-susah-gampang. Sebenarnya thesis itu tidak ada yang sulit secara teknis. Hanya saja banyak masalah non-teknis yang menjadi keterlambatan seseorang dalam menulis thesis. Saya telah merasakannya saat menulis skripsi di jenjang S-1. Masalah dari dalam diri sendirilah yang terkadang menjadi penghalang kita untuk segera lulus. 

Saya melanjutkan kuliah di jenjang S-2 karena mendapatkan beasiswa Fasttrack (Akselerasi) Dikti - BPKLN. Saya menjadi orang yang sangat beruntung. Namun konsekuensinya saya harus menyelesaikan studi S-1 dan S-2 hanya dalam waktu 5 tahun saja. Sejauh ini, semuanya berjalan lancar. Hanya saja sekarang saya kehilangan motivasi besar saya. Thesis pun sedang berjalan, namun saya jarang menyentuhnya. Pikiran tentang deadline kelulusan selalu menghampiri, namun tetap saja saya tidak ada inspirasi untuk menulis penelitian tersebut. 

Mencari semangat kemana-mana, bertemu dengan teman seperjuangan yang sama-sama sedang menulis thesis pun saya lakukan. Dengan alasan untuk memicu, untuk memotivasi, untuk semangat mengerjakan thesis. Namun, terkadang saya merasa kurang lepas ketika harus mengeluarkan semua unek-unek hati saya tentang kegalauan thesis kepada orang yang memang sama-sama sedang pusing mengerjakan thesis atau skripsi. "Semangat ya", hanya kata-kata itu yang sering muncul. Jadi motivasi pun berlalu begitu saja. Sampai saat dimana saya mengobrol via social chatting di salah satu social media dengan sepupu saya. Dia adalah Dwi Rizki Widianto. Saya orang yang memilih-milih ketika hendak curhat tentang apapun. Sampah saja harus dibuang pada tempatnya. Begitu juga dengan curhat. 

Mengapa saya memilih dia untuk meminta pendapat atau sekedar wejangan kehidupan? Pertama, karena dia seorang engineer yang notabene tau tentang beban seorang mahasiswi teknik seperti saya. Kedua, dia sudah bekerja sehingga memiliki banyak pengalaman yang dapat dibagi. Ketiga, karena agamanya. Saya merasa dia orang tepat untuk bercerita tentang gundah gulana seorang mahasiswi yang sedang thesis. Karena tidak hanya duniawi yang akan membukakan mata saya, namun hakikatnya sebagai seorang manusia yang akan mengembalikan semua masalahnya hanya pada Allah SWT. Dengan kata lain, tidak hanya duniawi, tetapi juga akhirat.

Ketika membaca isi obrolan yang dia tulis untuk saya, jujur saya menangis. Terharu. Begini kiranya isi wejangan yang dituliskan pada saya : 

1. Menurut pendapatku : Usahamu untuk lulus Sarjana Teknik Geologi dengan pujian adalah akumulasi usahamu yang sangat besar, doa orang yang sangat mencintaimu lahir dan batin, dan izin dari Allah SWT. Perjuanganmu itu selalu menjadi kata kunci ketika aku memberikan motivasi ke dek Tri. Jadi mental yang sudah kamu dapatkan ini merupakan salah satu mental juara yang baik.

2. Ibadah adalah kewajiban. Namun, hidayah akan turun pada hati yang bersih dan atas izin Allah SWT. Ketika kamu dipuji atau lagi jatuh, janganlah kamu kaitkan bahwa Allah sedang senang ataupun marah kepadamu. Tapi pujian atau sedang jatuh adalah keadaan yang memang dibuat untuk melihat kita dalam menerima ujian pujian maupun ujian jatuh, apakah masih tetap bersyukur dan tidak sombong. (Aku juga sedang mengingatkan diriku sendiri).

3. 15 menit yang lalu aku juga down, karena ada tantangan di kantor yang berkaitan dengan manusia. Malas banget kalau dipikir, tapi setelah aku berpikir ulang, kemudian perlahan posisi otak mulai bisa memposisikan masalah itu menjadi masalah kecil, karena selagi Allah senang sama kita maka semua akan aman. Kalau berbicara inspirasi, 4 minggu aku ngutang weekly report yang dealine 15 mei besok. Tapi setelah melihat aku ga sendirian, karena saudaraku juga sedang berjuang maka inspirasi itu timbul dan aku yakin semua akan beres sebelum tanggal 15 Mei.

4. Saranku, coba cari akar permasalahannya, pecahkan satu persatu. Contoh : dikejar deadline lulus. Buat pencapaian perminggu agar kita bisa mengontrol ketercapaian hingga nanti deadline. Ibu dan bapak sudah tua (katamu). Mereka itu sudah bangga padamu dari kamu lahir. Jadi cukup tunjukkan semangat tinggimu karena itu yang selalu mereka harapkan.

5. Keyakinanku sangat besar, kalau akan ada perusahaan besar yang akan meminangmu ketika kamu menyelesaikan S-2 mu. InsyaAllah yakin. Karena apa? Keadaan yang menempamu sekarang sama dengan keadaan yang menempa orang-orang besar lainnya. Teruslah fokus, tenang, dan stabil.

Gimana???? (Ini bukan bagian dari pujianku, tapi sudut pandangku tentang kamu).


I CAN DO IT !

Minggu, 05 Mei 2013

Bakti Sosial Teknik Geologi 2008 - Panti Asuhan Bina Siwi Bantul

Masih jelas dalam ingatan saya saat itu 11 Januari 2013, salah satu teman angkatan saya, Aulady Fillany memberikan kabar lewat salah satu grup media sosial angkatan kami. Begini kiranya isi posting-nya :

Assalamu'alaikum.
Selamat Sore teman-teman semua,

Ada kabar gembira nih buat kita-kita yang lagi :
1. Galau ngerjain TA, ga selesai-selesai karena faktor dosen, faktor ga ada inspirasi, ga ada uang, yang bikin kolokium terhambat, nyari tanda tangan, dan lain-lain yang buat semua jadi sulit.
2. Sulit mencari pekerjaan, lagi nunggu-nunggu lowongan, nunggu hasil tes ga ada kabar, masih bingung nentuin tujuan hidup.
3. Galau dan kecewa karena belum dipanggil-panggil test atau ditolak oleh perusahaan.
4. Bahkan yang lagi merindukan jodoh untuk bersanding (JOMBLER).

Kita menawarkan untuk mengadakan BAKSOS. Itu solusinya. Semoga semua yang sedang dirundung keGALAUan, keKECEWAan akan cepat sembuh. Semoga yang sedang berdo'a dengan segala permintaannya dapat terkabul dengan beramal bersama-sama. Mari teman-teman!

Rencana minggu depan, teman-teman boleh mempersiapkan semua yang dapat disedekahkan (KALO GA MAU DAPAT REZEKI SISA, JANGAN NGASIH YANG SISA-SISA AJA yaaa. :D ).


Setelah kabar tersebut di-posting, kami semua mulai untuk mempersiapkan acara baksos tersebut. Masing-masing anak memiliki tugas dan tanggung jawabnya, Alhamdulillah angkatan kami sangat erat satu dengan yang lain. Walaupun kami termasuk angkatan tua di kampus, untuk urusan kekompakan jangan diragukan lagi. Kebetulan diangkatan kami sudah banyak yang lulus dan bekerja, sehingga sumbangan untuk panti asuhan tersebut dapat berupa fresh money, pakaian layak pakai, atau sumbangan bermanfaat lainnya. Fresh money yang terkumpul sampai 2,5 juta lebih. Untuk pakaian layak pakai sendiri kami kumpulkan kemudian kami sortir terlebih dahulu sebelum diberikan pada panti asuhan tesebut. Sebagian fresh money yang terkumpul, kami belikan sembako, alat-alat kebersihan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. 

Hari itu tanggal 19 Januari 2013, saya dan teman-teman angkatan 2008 berkumpul di HM (himpunan mahasiswa). Sebelumnya kami telah mempersiapkan semua barang-barang yang memang akan diberikan ke Panti Asuhan Bina Siwi. Sesuai dengan rencananya, teman saya selaku seksi acara telah mempersiapkan rangkaian kegiatan kami. Kunjungan panti asuhan ini tidak hanya sekedar acara serah-terima sumbangan saja tetapi kami ingin berbagi keceriaan dan bermain dengan anak-anak panti tersebut. Kami berangkat sekitar jam 2 siang. Agak molor dari waktu yang dijadwalkan karena ada satu dan lain hal yang menghambat acara ini.

Teknik Geologi angkatan 2008 @HM. 


Panti Asuhan Bina Siwi, Bantul, Yogyakarta.


Alhamdulillah kami sampai di lokasi Panti Asuhan Bina Siwi pada saat adzan Ashar. Sesaat kami datang, salah satu dari mereka lari menghampiri kami. Ia mengulurkan tangannya untuk salaman. Bangun dari duduknya, teman-teman yang lain pun mengikuti, lalu memberanikan diri mendatangi kami. Sambil tertawa lebar, mereka memberikan tangannya untuk bersalaman, mencium tangan kami, menyapa ramah. Mata mereka cerah. Hati saya langsung terenyuh.

Ekspresi sebagian anak panti sesaat setelah kedatangan kami.

Kemudian pihak pengurus membuka acara bakti sosial ini dan mengucapkan terima kasih atas perhatian yang telah diberikan. Ibu Jum dan Ibu Yanti selaku pihak pengurus panti, menceritakan seluk-beluk panti ini berdiri dan darimana asalnya niat baik semua ini. Mereka mengaku bahwa niat baik ini muncul dari pendidikan yang mereka terima. Ibu Jum dan Bu Yanti adalah lulusan Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SG PLB). Setelah lulus, tahun 1999 mereka merealisasikan pendidikan yang selama ini mereka terima. Maka dibangunlah panti ini. Sejak tahun 1999 hingga sekarang, anak di panti menambah dan tak pernah berkurang. Tak ada yang mau mengadopsi anak penyandang cacat atau bermasalah. Maka mereka lah seumur hidup akan mengurusi anak-anak ini lahir dan batin. Saat bercerita, Ibu Jum mengatakan rasa syukurnya atas kehadiran kami dan berkali-kali mengucapkan terima kasih. Mereka tidak merasa, bahwa kitalah yang berhutang budi dan seharusnya yang berterima kasih atas segala jasanya, mendahulukan kesejahteraan orang lain di atas dirinya sendiri. Datang, memeluk, membina, dan membesarkan anak-anak asuhnya agar percaya diri menunjukkan diri apa adanya. 

Di Panti Asuhan Bina Siwi ini terdapat 26 anak penyandang cacat mental dan cacat fisik. "Setiap anak itu mempunyai karakter dan kelebihan yang berbeda-beda. Jadi kalau ada 26 anak di sini, ada 26 karakter, ada 26 masalah. Kami mengakali terus," ujar Bu Jum penuh semangat. Beliau menceritakan satu persatu cacat apa saja yang diderita oleh anak-anak panti ini. 

Anak-anak Panti Asuhan Bina Siwi Bantul bersama pengurus panti. Bu Jum dan Bu Yanti.


Saat itu ada beberapa anak yang saya ingat. Sari. Gadis ini berumur 25 tahun sangat akrab dengan saya saat acara tersebut. Dahulu saat bencana Merapi terjadi, ia ketakutan sekali. Saking takutnya ia sampai naik bus kota menjauhi rumahnya. Ia pun kesasar. Semua orang mengira dia gila. Ia selalu diusir oleh masyarakat yang melihatnya. Sampai akhirnya polisi membawa ke Panti Bina Siwi untuk diasuh. Satu tahun berlalu, tak ada kabar dari keluarga Sari. Suatu hari tak sengaja ada yang mengenali Sari lalu melaporkan ke keluarga Sari mengenai keberadaannya. Satu bus dari desa Sari mendatangi panti. Mereka senang sekali Sari masih hidup dan sehat. Mereka mengira Sari sudah meninggal. Namun saat Sari hendak diajak pulang, Sari tidak mau. Mungkin karena sudah terbiasa dan banyak temannya, Sari pun hingga sekarang menetap di panti dan selalu dijenguk orang tuanya.

Saat berfoto dengan tangan bergaya "Peace" Sari memeluk saya dari belakang. 

Keceriaan Sari saat bermain dengan saya dan teman-teman Teknik Geologi 2008.

Kepercayaan diri Sari dan teman-teman saat menyanyikan lagu.

Sari tidak memiliki cacat fisik, namun mental yang terganggu akibat bencana Merapi. Diceritakan oleh Ibu Jum, Sari memiliki kebiasaan unik. Jika mandi, air dalam bak mandi harus sampai habis. Bahkan sabunnya pun harus sampai habis. Kalau tidak habis dia belum mau berhenti. Padahal anak-anak lainnya pada mau berangkat sekolah, akhirnya Ibu Jum dan pihak panti lainnya mengakali dengan memberi satu ember air dan irisan kecil sabun mandi khusus untuk Sari.

Selain Sari, ada lagi salah satu anak yang membuat hati saya sangat terenyuh. Erwin. Anak laki-laki ini berumur sekitar 14 tahun. Ia memiliki cacat fisik. Tangannya tidak dapat berfungsi. Saat hendak makan nasi kotak yang dibagikan oleh temanku, Erwin mengalihkan perhatian saya. Ia melakukan semua aktivitasnya dengan kaki. Saya meneteskan air mata. Saya mencoba ingin membantunya dengan menyuapi nasi tersebut, namun ia tidak mau. Seolah-olah ia berkata, "aku bisa". Dengan berusaha menggunakan kakinya, Erwin memakan sedikit demi-sedikit nasi tersebut sampai habis. Walaupun tak jarang nasi tersebut jatuh ke lantai. Betapa saya sangat bersyukur saat itu. Allah SWT memberikan saya sehat mental dan fisik, tanpa kurang sedikit pun. Terkadang saya lupa bersyukur kalau saya bisa makan dengan menggunakan tangan, bisa jalan dengan kaki, dan kenikmatan lainnya. Erwin, kamu mengajarkanku tentang apa itu rasa bersyukur memiliki organ tubuh yang lengkap dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Erwin sedang makan menggunakan kakinya.

Satu lagi, anak panti yang benar-benar membuka mata hati saya. Putri. Anak perempuan berumur 8 tahun ini memiliki cacat fisik. Sejak dilahirkan, ia tidak dapat berbicara karena tidak memiliki langit-langit, yang membatasi mulut dan hidung. Sehingga tidak aneh jika ia menjadi anak yang suka cari perhatian. Ketika ingin mengajak ngobrol kami, biasanya ia mencubit atau memukul kami. Ia cukup manja, karena memang yang paling kecil di panti ini. Putri anak yang supel, ia selalu ingin mengajak ngobrol kami.

Putri penyandang cacat fisik yang tidak dapat berbicara.

Putri yang sedang manja. Ia ingin dipangku oleh teman saya, Didi.

Selain Sari, Erwin, dan Putri, terdapat 23 anak lainnya yang memiliki cacat secara fisik dan intelegensi. Mereka memiliki latar belakang dan permasalan yang berbeda. Ada yang epilepsi, down syndrome, korban broken home, yatim - piatu, dan lain-lain. Dengan banyaknya penghuni panti yang berusia 7 hingga 40 tahun itu, pemerintah membantu mereka dengan runtin menyumbang dana sebesar Rp. 750.000,- per tahunnya. Sumbangan sejumlah itu untuk 26 anak asuh dan ditambah 8 pengurus lainnya. Beruntung warga kecamatan Pajangan Bantul sangat baik. Mereka memberikan tanah desa untuk keperluan panti. Warga pun mengumpulkan uang untuk membantu dana membangun gedung panti. Beberapa warga menyumbang batu bata, jendela, hingga keramik.

Wanita ini berumur 40 tahun dan mengalami cacat intelegensi.


Ibu Jum dan Ibu Yanti menceritakan bahwa anak-anak panti di sini pun diajarkan keahlian di bidang seni tari,  menyanyi, membatik, bahkan sampai menjaga kios. Mereka menceritakan bahwa ada salah satu warga yang membiayai seorang mahasiswi ISI untuk mengajarkan tarian untuk anak-anak panti tersebut. Tak aneh jika mereka sangat lincah ketika menarikan tarian India (Bollywood) dan tarian Jawa. Sorak-riuh yang terdengar saat anak-anak panti menari India. Mereka sangat percaya diri dan lincah. Terima kasih untuk para pengasuh di panti. Karena mereka lah anak panti dapat memiliki keahlian dan kepercayaan diri di tengah keterbatasan fisik dan mental. 

Anak-anak panti menari India bersama teman saya, Didi.

Anak-anak panti yang menari Jawa.

Salah satu anak panti yang menari Jawa.

Setelah mereka menari, kami pun memiliki kejutan dengan membagikan hadiah yang telah dibungkus kertas kado. Mereka bisa mendapatkan hadiah tersebut jika dapat menjawab pertanyaan dari kami. Pertanyaan tersebut sekita film yang sebelumnya telah diputarkan. Mereka berani mengacungkan tangan, berlari ke depan untuk menjawab pertanyaan-pertayaan yang teman saya lemparkan. Suasana sangat menyatu antara kami dan anak-anak panti. Sudah seperti keluarga sendiri. Semoga kami dapat terus berbagi seperti ini.

Anak panti penderita epilepsi yang sedang menerima hadiah bersama teman saya, Dina.

Suasana saat berbagi hadiah.



Tampak keceriaan dari paras Putri ketika bercengkrama dengan teman-teman saya. Resti dan Etet.


Kami bermain bersama anak-anak panti.


Sungguh ini adalah pelajaran hidup. Terkadang kita sering merasa menjadi pribadi yang paling susah sendiri, padahal di luar sana ada sudara-saudara kita yang jauh lebih susah. Datang, memeluk, dan bertemu langsung adalah hal yang mereka tunggu-tunggu. Sumbangan berupa materi memang penting, tapi alangkah lebih baiknya jika kita meluangkan waktu bersama, berbagi keceriaan, dan ikut merasakan kesulitan hidup yang mereka rasakan baik secara fisik maupun mental. Menjelang pulang, mereka berbinar-binar dan berulang kali mengucapkan terima kasih. Tidak, seharusnya kami yang berterima kasih. Terima kasih Ibu Jum, Ibu Yanti, pengurus panti lainnya, dan khususnya saudaraku 26 anak-anak panti yang sangat luar biasa. kalian lah yang mengajarkan saya untuk terus bersyukur dengan hidup ini. Sampai ketemu lagi :)


Teknik Geologi 2008 dengan anak-anak dan pengurus Panti Asuhan Bina Siwi, Bantul.


Jika ada teman-teman yang ingin berbagi, bisa datang ke Panti Asuhan Bina Siwi Bantul yang beralamat di Komplek Balai Desa Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta. Berbagi itu indah :)


Dokumentasi (foto-foto) diambil dari teman saya, Dian Novita.