Rabu, 18 Desember 2013

Water, Water, Everywhere

Hello readers, it was long time i didn't write in my blog. So, sorry guys. There are a lot of deadline from Otake Sensei (supervisor) in Hokkaido University. Now, i have a little time to share my knowledge. In Hokkaido University, i have already taken 5 subjects that related to my background education. One of them is Environmental Geology. Hello guys, if you know that talking about geology is not only mining and oil and gas. There is most important thing in the world that we need everyday. It is water. Yeah! But in this case, i want to share about Hydrologic Hazards at the earth's Surface. It was my article as assignment of Environmental Geology's task. Happy reading ^^

Water, Water, Everywhere

New Orleans, the Crescent City, has the flattest, lowest, and youngest geology of all major U.S. cities. The city's "alps," with a maximum elevation of about 5 meters (16 ft) above sea level, are natural levees built by Mississippi River, and its average elevation is just 0.4 meters (1.3 ft). No surface deposits in the city are older than about 3.000 years. The city was established in 1717 on the natural leeves along the river. The leeves' sand and silt provided a dry, firm foundation for the original city, which is now called Vieux Carre (French "old square"), or "the French Quarter." Father from the river the land remained undeveloped, because it was mainly water-saturated cypress swamp and marsh formed between distributaries of the Mississippi River's ancient delta. There areas are underlain by as much as 5 meters (16 ft) of peat and organic muck (Figure 1). When high-volume water pumps became available about 1900, drainage canals were excavated into the wetlands to the north. Swamp water was pumped upward into Lake Pontchartrain, a cutoff bay of the Gulf of Mexico. About half the present city is drained wetlands lying well below sea and river level. The lowest part of the city, about two meters below sea level. The lowest part of the city, about two meters below sea level, is in the lively, historic French Quarter, noted for its music, restaurants, and other tourist attractions.

Figure 1. High-altitude false-color image of New Orleans a city almost completely surrounded by water. The light spot in the lower center is the city. Note that the Mississippi River meanders through it, Lake Pontchartain is to the north, and smaller Lake Borgne is to the northeast. Low, swampy delta lands appear brownish to the east and south. The land width in the photo is approximately 200 kilometers (125 ml).

Subsidence is a natural process in the Mississippi River delta due to the great volume and the sheer weight of the sediment laid down by the river. The sediment compacts, causing the land surface to subside. The region's natural subsidence rate is estimated to have been about 12 centimeters (4 in) per century for the past 4.400 years. The estimate is based upon C-14 dating of burried peat deposits and does not take into account any rise of sea level during the period. 

Urban development in the 1950s added to the subsidence. Compaction of peaty soils in reclaimed cypress swamps coincided with the period's construction of drainage canals and planting of trees, both of which lowered the water table. Peat shrinks when it is dewatered, and also oxidation of organic matter and compaction contribute to subsidence. Most homes constructed on reclaimed swamp and marsh soils in the 1950s were built on raised-floor foundations. These homes are still standing, but they require periodic leveling. Unfortunately, homes built on concrete-slab foundations, a technique that has just been introduced, sank into the muck and became unlivable. Other homes' foundation were constructed on cypress-log piles sunk to a depth of 10 meters or more (at least 30 ft). These house have remained at their original level, but the ground meet the house level. It is very common to see carports and garages that have been converted to extra rooms when subsidence has cut off the driveway access to them (Figure 2). One also sees many houses with an inordinate number of porch steps; the owners have added steps as the ground has sunk. In 1979, Jefferson and Orleans parishes (counties are called "parishes" in Louisiana) passed ordinances requiring 10- to 15-meter-deep wooden-pile foundations for all houses built upon former marsh and swamp land. This has been beneficial, but differential subsidence continue to damage New Orleans' sewer, water, and natural-gas lines and streets and sidewalks.

Figure 2. Differential subsidence around this pile-supported house has left the carport high and dry. The carport was converted to a family room, and fill was imported to bring the yard surface up to the previous level.


"Rain added to a river that is rank perfoce will force it overflow the bank". (William Shakespeare)


Refference : Environmental Geology (D. D. Trent, 2003)

20:47
December 18th, 2013
Laboratory of Sustainable and Resources Engineering, Hokkaido University



Senin, 04 November 2013

Perubahan

Dalam kehidupan, kadang kita juga harus melakukan keputusan yang besar untuk memulai sesuatu proses pembaruan. Berani membuang kebiasaan-kebiasaan lama yang mengikat, meskipun itu adalah sesuatu yang menyenangkan dan melenakan. Hanya bila kita bersedia melepaskan beban lama, membuka diri untuk belajar hal-hal baru, kita mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kita yang terpendam, mengasah keahlian kita sepenuhnya, dan menatap masa depan dengan penuh keyakinan! Tantangan terbesar untuk berubah di dalam diri sendiri dan kitalah sang penguasa atas diri kita sendiri.

Lokasi paling cantik saat Autumn di Hokkaido University


*Tulisan ini terinspirasi atas pengalaman diri sendiri yang sekarang menjalani riset tesis di Hokkaido University. Kerja keras. Itulah kebiasaan baru yang saya pelajari dari orang Jepang.*


17:59
HU International House Kita 8, Sapporo-shi

Jumat, 01 November 2013

Welcome Hokudai a.k.a Hokkaido University

Tepat satu bulan saya tinggal di pulau paling utara dari negara Jepang. Hokkaido. Tepatnya di kota Sapporo-shi. Terdampar di kota yang begitu dingin dan belum pernah saya rasakan sebelumnya. Meninggalkan keluarga, teman-teman di Indonesia, dan orang yang spesial tentunya. Berat. Tapi hidup itu pilihan. Berbekal tujuan mulia untuk menyelesaikan tesis, saya yakin untuk merantau ke negara ini.

Hokkaido University. Inilah universitas tempat saya menyelesaikan riset tesis. Bermula dari kebingungan untuk menyelesaikan riset dan akhirnya berjodoh di universitas ini. Alasannya sangat klasik. Uang. Iya, itulah hal yang menghambat penyelesaian riset saya. Seharusnya saya sudah tidak perlu memikirkan untuk mengeluarkan biaya riset, karena saya termasuk penerima Beasiswa Unggulan Fasttrack Dikti-BPKLN yang sesuai perjanjian di awal akan mendapatkan beasiswa berupa uang pendidikan, uang buku, dan uang penelitian tesis. Sayangnya itu semua hanya janji manis saja. Saya dan 124 teman fasttrack lainnya bernasib sama. Kami tidak mendapatkan uang penelitian sehingga kebanyakan dari kami membantu proyek dosen untuk bisa mendapatkan uang lebih atau sekedar ikut ke lapangan untuk mendapatkan data lapangan. Miris. Padahal gembar-gembor di awal sangat luar biasa gaungnya. Singkat cerita, saya stuck dengan tesis karena biaya.

Begitulah jalan Allah. Dia paling tau jalan mana yang terbaik untuk umat-Nya. Kemudian pada bulan Juni ada tawaran Scholarship of Long-term Overseas PARE (Population-Academic-Resources-Environment) Program Hokkaido University. Saat itu saya ragu, namun hati kecil saya ingin. Sempat mundur untuk tidak mendaftar tapi Allah berkata lain. Sore itu saya dikirim pesan singkat oleh sekretaris jurusan Pascasarjana Teknik Geologi. Kira-kira begini bunyinya:

"Rani, atas nama jurusan, kami menawarkan kamu untuk mengikuti program long-term-nya Hokkaido University. Kamu bisa riset tesis di laboratorium sana. Kalau kamu berminat, besok pagi datang ke ruangan saya ya."

Sontak kaget setelah membaca pesan singkat tersebut. Bingung. Begitulah gambaran pikiran saya saat itu. Seketika itu pun saya langsung menelepon orang tua untuk menanyakan bagaimana pendapat mereka. Saya sangat bersyukur memiliki bapak, ibu, dan kakak yang sangat open mind. Mereka sangat mendukung tawaran itu. "Ambil Mbak Rani", ungkap ibuku. Tak lupa saya pun diskusi dengan dia. Bahagia ketika memiliki seseorang yang mendukung langkah positif yang akan diambil. "Ambil. Kapan lagi kamu bisa riset di Jepang dengan bimbingan Profesor di Hokkaido University. Banyak orang ingin seperti kamu yang punya kesempatan seperti itu. Kamu bisa riset di Jepang itu adalah pengalaman yang sangat luar biasa", ujarnya. Begitulah dia, sangat menyenangkan saat berdiskusi dengannya. Thanks minions!

Segala kebutuhan di sana saya siapkan. Namun, sampel batupasir adalah harta yang paling berharga. Gimana gak? Sampel itulah hidup dan mati saya di Jepang. Kalau tidak ada sampel batupasir itu, mau apa saya ke Jepang. Bukan hanya saya yang repot untuk mempersiapkan segala kebutuhan di sana, tetapi semua orang direpoti. Maklum, saya akan menetap di Jepang selama 1 semester. Bukan waktu yang sebentar kan?

Saya berangkat tepat hari Sabtu, tanggal 28 September 2013. Tragedi banjir di bandara Adi Sucipto pun terjadi. Sedih rasanya diantar orang-orang terkasih. Mendengarkan nasehat mereka, memeluk mereka, melambaikan tangan. Ah, rasanya sangat dramatis. Namun, benar itu adanya. Mungkin ini kali pertamanya saya pergi ke luar negeri dalam jangka waktu yang cukup lama. Karena sebelumnya, saya melancong ke negara lain hanya untuk keperluan publikasi penelitian yang notabene hanya memakan waktu 1 minggu saja. Yogyakarta-Jakarta-Seoul-Sapporo. Itulah rute penerbangan saya. Lelah rasanya tapi pengalaman luar biasa dapat menaiki Airbus Korean Airlines. Dan yang paling penting adalah GRATIS! Haha tetep yang namanya mahasiswa mah :p

Sampai akhirnya saya sampai di bandara New Chitose, Sapporo. Saya dijemput oleh kedua teman dari laboratorium Sustainable Resources Engineering. Menggunakan kertas yang bertuliskan "Tri Rani Puji Astuti, Hokkaido University", dengan senyum sumringah saya melambaikan tangan. Berasa orang penting!

New Chitose Airport (kiri-kanan: Mas Cahyo, Mas Irfan, saya (Rani)).


Setelah itu kami dianter oleh supporter masing-masing menuju dormitory atau istilah yang lebih dikenal asrama. Asrama saya tidak terlalu jauh dari kampus. Sekitar 20-30 menit untuk mencapai fakultas teknik. Karena Hokkaido University notabene memiliki area yang sangat luas. Di Jepang sendiri memiliki tradisi berjalan kaki atau bersepedah untuk pergi ke kampus. Mereka yang membawa mobil ke kampus harus parkir jauh dari lingkungan kampus, karena untuk parkir sendiri harus bayar mahal dan memiliki aturan yang cukup ruwet. Ini sangat berbeda di Indonesia. Cuma 2000ribu buat parkir mobil. Shock culture. Tinggal di negara yang penuh dengan keteraturan dari negera yang kurang teratur. LOL!


Hokkaido University International House Kita 8

So far, saya sangat menikmati kehidupan di sini. Walaupun harus pergi jam 8 pagi, pulang jam 10 atau 11 malam. Karena orang-orang Jepang sangat pekerja keras dan memiliki etos kerja yang tinggi. Satu minggu diawal badan sampai sempoyongan karena kurag tidur. Hari-hari berikutnya saya menikmati semua proses ini. Dengan berbekal beasiswa sebesar 80.000 yen/bulan, saya harus bisa membagi uang untuk bayar asrama, makan, dan nabung untuk keperluan lainnya. 

Kadang keterbatasan itu indah dan justru mendewasakan. Just enjoy it!


See you in others story about Japan!

Participant of Longterm Overseas Hokkaido Program Scholarship Hokkaido University (Indonesia-Thailand-Jepang).

Main Gate of Hokkaido University


Hokudai


22.41
House Kita 8, Sapporo-shi.

Minggu, 08 September 2013

Geothermal Energy is a Future Alternative Energy

Tri Rani Puji Astuti, Department of Geological Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia.

This paper has been written for partial fulfillment of criteria for SPE Java Scholarship

SPE Java Scholarship Section, 2010-2011


Abstract

Energy is the important thing in human life in the world. Technology  is needed for energy usage. The technology of energy is a technology which is related to various components starting from sources, construction, saving, energy conversion, and the usage for the human needs. In the future, human civilization requires some researches and the development for the source of alternative energy. Nowadays, the usage level of energy fossil will cause the energy crisis. To solve this problem, many companies which run in energy industry try to find several ways to create some renewable energies. In fact, this problem solving runs very slow, and therefore the public realized that the resistance of energy is very important.


Introduction

One of the alternative energy which is developed in Indonesia is geothermal energy. Geothermal is a sources of heat energy which is contained in hot water, steam and rocks, and its exisity companied  by several minerals and other gases in one system which can't be separated during these occurences. Generally, the geothermal sources are associated with volcanic and also as a effect of geothermal gradient. Until at the end of year 2009, had been known that at least 265 locations of geothermal source in entire Indonesia which have 28,1 Gwe potential, Most of  these potentials are assosiated with the volcanic ring and also can be developed commercially for the electricity reactor.

Geothermal energy is a green energy if it's compared with kinds of fossil energy, and if it's developed, so that it will reduce the hazards of green house effect which cause global warming. The source of geothermal energy will never be exhausted because the forming process is always running as long as the environment condition can be balanced. And because the geothermal energy can't be exported, so the usage of this energy will be guided to cover all domestic electricity needs.

Now, the usages of electricity reactor just have reached 1189 Mwe or about 4% of overall potentials. All of the geothermal system type which have been used are volcanic, caldera, and volcanic cone-graben. It means that using of geothermal energy production will produce the power. The power can be used for electricity because it uses the heat source directly. So, the geothermal energy will be a main and vital alternative energy, because it can reduce the usage of energy fossil in Indonesia. Beside that, the fossil fuel value is going down and it can give more values for optimalization of using many kinds alternative energies in Indonesia.

Background

Generally, the energy source in Indonesia comes from fossil energy (oil, gas, and coal) which are not renewable where the values are going down. Although the usage of fossil based-energy, especially coal can cause pollution in huge value. Therefore, the Indonesia Government is required to develope the new energy which can replace the fossil energy usage in the future.

The position of Indonesia Archipelago is located among three huge plates (Eurasia, Hindia, Australia, and Pacific), and it makes Indonesia has complex tectonic setting. Subduction between continental plate and oceanic plate will produce a magma melting as s partial melting in crust rock and magma will be differed during its way to the surface. This process will produce magma chamber (silisic/basaltic) which makes ring of fire forming. The volcanic rings and its tectonic activity appear in some parts of Indonesia, and it's been concepted as a concept of geothermal system in Indonesia. Because of that, 40% of the geothermal potential is located in Indonesia.


Methodology

The potential alternative energy of Indonesia is geothermal. The basic of geothermal energy is heat from the center of earth. Hot water and steam which are produced in the earth can be used to provide the electricity. So that, the geothermal energy is a renewable energy because heat is produced continously in the earth and the rainfall refills the water.

The usage of geothermal energy for electrical reactor can be applied by drilling the area which has a potential of geothermal. The gas will come out from the drilling hole and it can be used to heat the boiler, so the steam can generate the turbine which is connected to a generator. So, geothermal energy can be converted to become electricity energy. The geothermal reservoir can be classified into two kinds; low temperature (<150˚C) and high temperature (>150˚C). The best type which can be used as a source of electrical power reactor is the high temperature. But, based on technology development, the low temperature geothermal source also can be used if the temperature is more than 50˚C.

In fact, the usage of geothermal energy in Indonesia is still less. Whereas this energy system has several better advantages than the fossil energy, because it's a green energy and it can reduce polutions of fossil fuel using. Then this energy is a renewable energy because the heat can be produced again and again in the earth. And it also can give economic benefit locally. As an example in Kamojang, the electricity has been distributed from PLTP PGE. Beside that, one of the innovation which had been developed is an electrical capsule which had been distributed to Bali. So, if the geothermal can be developed, the local area will get electricity distribution from PLTP in the local area. It's just like a regional distribution of an area where produces the geothermal energy. Hopefully, by the development of the geothermal energy can reduce the electricity cost in Indonesia. Even Indonesia can improve the coorporation with foreign investor to plant their financial capital for another electricity production. So the electricity production will not be dominated by PLN in Indonesia. But this energy also has several problems such as; very expensive installation cost, unreachable location and infrastructure. However, the government can make a deal of all these problems.

Conclusion

With the rich-volcanic in Indonesia, the geothermal energy can be an alternative energy which can be developed significantly to replace the fossil fuel which is going down on its values. With all the advantages and weakness of this energy, the geothermal can anticipate the energy crisis in Indonesia. Not only that, with this PLTP existency can create a possitive competition among electricial provider, so there will not be a monopoly system.


*Essay ini ditulis untuk memenuhi kualifikasi beasiswa Society of Petroleum Engineers Java Section 2010-2011. Essay pertama kali yang saya buat ketika duduk di semester 4. Semoga bermanfaat :) 

Sabtu, 07 September 2013

Society of Petroleum Engineers Java Section Scholarship 2011

Hello readers, long time no write! 

Maklum saja penulis sedang berjuang untuk menyelesaikan riset untuk tesis. Berhubung ada waktu kosong, tiba-tiba saat ini saya teringat mengenai Society of Petroleum Engineers Java Section Scholarship 2011. Untuk itu saya ingin membagi pengalaman ketika mencoba peruntungan untuk mendapatkan beasiswa tersebut.

Baik saya akan menjelaskan sedikit profil mengenai SPE (Society of Petroleum Engineers) yang merupakan salah organisasi internasional terbaik yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi. Organisasi ini memiliki anggota-anggota yang terdiri atas kalangan profesional dan mahasiswa. Biasanya kalangan profesional ini bekerja di bidang industri perminyakan, sedangkan untuk mahasiswanya sendiri biasanya kuliah di jurusan yang berhubungan dengan energi (Teknik Perminyakan, Teknik Geologi, Teknik Kimia, dan Geofisika). Society of Petroleum Engineers Student Chapter (SPE SC) inilah yang dikembangkan di universitas-universitas yang memiliki jurusan terkait. SPE SC di Indonesia sendiri dibagi menjadi 3 section, yaitu: Java Section, Kalimantan Section, dan Sumatra Section. Salah satunya adalah SPE SC UGM yang merupakan bagian dari SPE SC Java Section.

Selain menjadi wadah mahasiswa untuk berorganisasi, SPE sangat aktif mengadakan acara konferensi yang diikuti oleh kalangan profesional dan mahasiswa, smart competition, POD (Plan of Development), pemberian beasiswa, dan acara perkumpulan seluruh pengurus SPE SC di Indonesia. Dengan adanya seluruh kegiatan tersebut, mahasiswa menjadi termotivasi untuk berprestasi baik di dalam akademik maupun di dalam organisasi. Beasiswa SPE itu sendiri diberikan kepada mahasiswa yang menjadi pengurus ataupun hanya sebagai anggota SPE SC masing-masing universitas di setiap section. 

Saat itu saya sangat tertarik dengan beasiswa tersebut karena seleksinya sangat berbeda dengan beasiswa lain yang pernah saya ikuti. Berikut adalah beberapa aturan dan kualifikasi yang harus dipenuhi mahasiswa untuk mengikuti beasiswa ini, diantaranya adalah:
1. IPK > 3.25
2. Anggota atau pengurus SPE SC masing-masing universitas.
3. Membuat essay yang berhubungan dengan tema yang sudah disediakan oleh panitia (full in english).
4. Mempresentasikan hasil tulisan di depan pewawancara yang notabene adalah profesional di industri perminyakan. 

Pada saat itu, tema essay mengenai energi terbarukan. Saya menulis mengenai energi panas bumi yang memang sedang dikembangkan di beberapa negara. Hal yang sangat mendasari saya untuk menulis mengenai energi panas bumi karena Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki 40% penyebaran gunung api di dunia (ring of fire). Pada saat itu saya masih duduk di semester 4 yang notabene belum mendapatkan mata kuliah mengenai Geologi Panas Bumi. Namun, energi terbarukan bukanlah hal yang awam bagi dunia energi sehingga banyak seminar-seminar yang mengangkat tentang tema tersebut. Mengandalkan artikel-artikel dan berbagai jurnal mengenai energi panas bumi, saya menjadi yakin untuk menulis essay tersebut.

Semua harus dicoba. Ya, itulah yang ada di otak saya. Saat kita tidak pernah mencoba, kita tidak tahu seberapa hebat kemampuan kita. Semua essay ditulis full in english. Bermula dari mengumpulkan paper, jurnal, dan berbagai artikel mengenai energi panas bumi, kemudian essay yg saya buat pun jadi. Tantangan tidak berhenti pada pembuatan essay saja, namun saya harus mempresentasikan di depan ketua panitia SPE  Java Section Scholarship, Bapak Teddy Komarudin dari Pertamina. Presentasi dilakukan di Quality Hotel, Yogyakarta. Pak Teddy Komarudin membuka wawancara dengan pertanyaan sekitar perkuliahan, organisasi, dan keluarga. Kemudian dilanjutkan dengan pertanggungjawaban essay saya mengenai energi panas bumi. Sempat agak grogi karena seluruh kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan Bahasa Inggris. Bukan tidak bisa, bukan. Hanya saja, sedikit kaku dan ini pengalaman pertama kali saya mencoba peruntungan beasiswa dengan metode kualifikasi seperti ini. Secara keseluruhan presentasi berjalan lancar.

Satu bulan kemudian pengumuman beasiswa SPE Java Section Scholarship 2011 pun keluar. Alhamdulillahnya saya diterima dan mendapatkan beasiswa tersebut. Setiap universitas hanya dipilih 5 mahasiswa yang berhak mendapatkan beasiswa tersebut. Kalau rezeki tidak akan kemana. Dengan bermodalkan essay yang saya buat, saya bisa mendapatkan Rp 7.000.000,- dari beasiswa tersebut. Thanks God! Beasiswa tersebut adalah beasiswa terbesar yang pernah saya dapatkan. Setelah pengumuan tersebut, seluruh penerima beasiswa SPE  Java Section  Scholarship 2011 dikumpulkan untuk makan bersama di Hotel Mulia, Jakarta dengan pejabat-pejabat SPE Java Section yang notabene merupakan orang-orang hebat di industri perminyakan. Saya juga bertemu dengan teman-teman dari ITB, Trisakti, UPN Veteran Yogyakarta, dan UI.

Pengalaman yang sangat luar biasa. Bagi saya "Hidup tanpa impian sama halnya dengan berjalan tanpa tujuan". Karena itu saya selalu berani untuk mengukir suatu impian besar dalam hidup walau sepertinya sulit untuk diwujudkan. Namun, satu hal yang saya percaya "Setiap usaha/kerja keras yang dilakukan dengan kesungguhan dan doa tidak akan pernah ada yang sia-sia".

Terimakasih SPE International dan SPE UGM SC atas pengalaman berorganisasi kurang lebih 3 tahun ini. Kerja bareng, konferensi, lomba-lomba, gathering, dan semua aktivitas yang saya rindukan sampai hari ini.


Salam Semangat,

Rani



Sabtu, 11 Mei 2013

Mana Semangatmu, Ran!

Entah mengapa, akhir-akhir ini saya sulit untuk konsentrasi dengan tanggung jawabku sebagai mahasiswi tingkat akhir. Tugas mulia untuk menyelesaikan thesis memang susah-susah-gampang. Sebenarnya thesis itu tidak ada yang sulit secara teknis. Hanya saja banyak masalah non-teknis yang menjadi keterlambatan seseorang dalam menulis thesis. Saya telah merasakannya saat menulis skripsi di jenjang S-1. Masalah dari dalam diri sendirilah yang terkadang menjadi penghalang kita untuk segera lulus. 

Saya melanjutkan kuliah di jenjang S-2 karena mendapatkan beasiswa Fasttrack (Akselerasi) Dikti - BPKLN. Saya menjadi orang yang sangat beruntung. Namun konsekuensinya saya harus menyelesaikan studi S-1 dan S-2 hanya dalam waktu 5 tahun saja. Sejauh ini, semuanya berjalan lancar. Hanya saja sekarang saya kehilangan motivasi besar saya. Thesis pun sedang berjalan, namun saya jarang menyentuhnya. Pikiran tentang deadline kelulusan selalu menghampiri, namun tetap saja saya tidak ada inspirasi untuk menulis penelitian tersebut. 

Mencari semangat kemana-mana, bertemu dengan teman seperjuangan yang sama-sama sedang menulis thesis pun saya lakukan. Dengan alasan untuk memicu, untuk memotivasi, untuk semangat mengerjakan thesis. Namun, terkadang saya merasa kurang lepas ketika harus mengeluarkan semua unek-unek hati saya tentang kegalauan thesis kepada orang yang memang sama-sama sedang pusing mengerjakan thesis atau skripsi. "Semangat ya", hanya kata-kata itu yang sering muncul. Jadi motivasi pun berlalu begitu saja. Sampai saat dimana saya mengobrol via social chatting di salah satu social media dengan sepupu saya. Dia adalah Dwi Rizki Widianto. Saya orang yang memilih-milih ketika hendak curhat tentang apapun. Sampah saja harus dibuang pada tempatnya. Begitu juga dengan curhat. 

Mengapa saya memilih dia untuk meminta pendapat atau sekedar wejangan kehidupan? Pertama, karena dia seorang engineer yang notabene tau tentang beban seorang mahasiswi teknik seperti saya. Kedua, dia sudah bekerja sehingga memiliki banyak pengalaman yang dapat dibagi. Ketiga, karena agamanya. Saya merasa dia orang tepat untuk bercerita tentang gundah gulana seorang mahasiswi yang sedang thesis. Karena tidak hanya duniawi yang akan membukakan mata saya, namun hakikatnya sebagai seorang manusia yang akan mengembalikan semua masalahnya hanya pada Allah SWT. Dengan kata lain, tidak hanya duniawi, tetapi juga akhirat.

Ketika membaca isi obrolan yang dia tulis untuk saya, jujur saya menangis. Terharu. Begini kiranya isi wejangan yang dituliskan pada saya : 

1. Menurut pendapatku : Usahamu untuk lulus Sarjana Teknik Geologi dengan pujian adalah akumulasi usahamu yang sangat besar, doa orang yang sangat mencintaimu lahir dan batin, dan izin dari Allah SWT. Perjuanganmu itu selalu menjadi kata kunci ketika aku memberikan motivasi ke dek Tri. Jadi mental yang sudah kamu dapatkan ini merupakan salah satu mental juara yang baik.

2. Ibadah adalah kewajiban. Namun, hidayah akan turun pada hati yang bersih dan atas izin Allah SWT. Ketika kamu dipuji atau lagi jatuh, janganlah kamu kaitkan bahwa Allah sedang senang ataupun marah kepadamu. Tapi pujian atau sedang jatuh adalah keadaan yang memang dibuat untuk melihat kita dalam menerima ujian pujian maupun ujian jatuh, apakah masih tetap bersyukur dan tidak sombong. (Aku juga sedang mengingatkan diriku sendiri).

3. 15 menit yang lalu aku juga down, karena ada tantangan di kantor yang berkaitan dengan manusia. Malas banget kalau dipikir, tapi setelah aku berpikir ulang, kemudian perlahan posisi otak mulai bisa memposisikan masalah itu menjadi masalah kecil, karena selagi Allah senang sama kita maka semua akan aman. Kalau berbicara inspirasi, 4 minggu aku ngutang weekly report yang dealine 15 mei besok. Tapi setelah melihat aku ga sendirian, karena saudaraku juga sedang berjuang maka inspirasi itu timbul dan aku yakin semua akan beres sebelum tanggal 15 Mei.

4. Saranku, coba cari akar permasalahannya, pecahkan satu persatu. Contoh : dikejar deadline lulus. Buat pencapaian perminggu agar kita bisa mengontrol ketercapaian hingga nanti deadline. Ibu dan bapak sudah tua (katamu). Mereka itu sudah bangga padamu dari kamu lahir. Jadi cukup tunjukkan semangat tinggimu karena itu yang selalu mereka harapkan.

5. Keyakinanku sangat besar, kalau akan ada perusahaan besar yang akan meminangmu ketika kamu menyelesaikan S-2 mu. InsyaAllah yakin. Karena apa? Keadaan yang menempamu sekarang sama dengan keadaan yang menempa orang-orang besar lainnya. Teruslah fokus, tenang, dan stabil.

Gimana???? (Ini bukan bagian dari pujianku, tapi sudut pandangku tentang kamu).


I CAN DO IT !

Minggu, 05 Mei 2013

Bakti Sosial Teknik Geologi 2008 - Panti Asuhan Bina Siwi Bantul

Masih jelas dalam ingatan saya saat itu 11 Januari 2013, salah satu teman angkatan saya, Aulady Fillany memberikan kabar lewat salah satu grup media sosial angkatan kami. Begini kiranya isi posting-nya :

Assalamu'alaikum.
Selamat Sore teman-teman semua,

Ada kabar gembira nih buat kita-kita yang lagi :
1. Galau ngerjain TA, ga selesai-selesai karena faktor dosen, faktor ga ada inspirasi, ga ada uang, yang bikin kolokium terhambat, nyari tanda tangan, dan lain-lain yang buat semua jadi sulit.
2. Sulit mencari pekerjaan, lagi nunggu-nunggu lowongan, nunggu hasil tes ga ada kabar, masih bingung nentuin tujuan hidup.
3. Galau dan kecewa karena belum dipanggil-panggil test atau ditolak oleh perusahaan.
4. Bahkan yang lagi merindukan jodoh untuk bersanding (JOMBLER).

Kita menawarkan untuk mengadakan BAKSOS. Itu solusinya. Semoga semua yang sedang dirundung keGALAUan, keKECEWAan akan cepat sembuh. Semoga yang sedang berdo'a dengan segala permintaannya dapat terkabul dengan beramal bersama-sama. Mari teman-teman!

Rencana minggu depan, teman-teman boleh mempersiapkan semua yang dapat disedekahkan (KALO GA MAU DAPAT REZEKI SISA, JANGAN NGASIH YANG SISA-SISA AJA yaaa. :D ).


Setelah kabar tersebut di-posting, kami semua mulai untuk mempersiapkan acara baksos tersebut. Masing-masing anak memiliki tugas dan tanggung jawabnya, Alhamdulillah angkatan kami sangat erat satu dengan yang lain. Walaupun kami termasuk angkatan tua di kampus, untuk urusan kekompakan jangan diragukan lagi. Kebetulan diangkatan kami sudah banyak yang lulus dan bekerja, sehingga sumbangan untuk panti asuhan tersebut dapat berupa fresh money, pakaian layak pakai, atau sumbangan bermanfaat lainnya. Fresh money yang terkumpul sampai 2,5 juta lebih. Untuk pakaian layak pakai sendiri kami kumpulkan kemudian kami sortir terlebih dahulu sebelum diberikan pada panti asuhan tesebut. Sebagian fresh money yang terkumpul, kami belikan sembako, alat-alat kebersihan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. 

Hari itu tanggal 19 Januari 2013, saya dan teman-teman angkatan 2008 berkumpul di HM (himpunan mahasiswa). Sebelumnya kami telah mempersiapkan semua barang-barang yang memang akan diberikan ke Panti Asuhan Bina Siwi. Sesuai dengan rencananya, teman saya selaku seksi acara telah mempersiapkan rangkaian kegiatan kami. Kunjungan panti asuhan ini tidak hanya sekedar acara serah-terima sumbangan saja tetapi kami ingin berbagi keceriaan dan bermain dengan anak-anak panti tersebut. Kami berangkat sekitar jam 2 siang. Agak molor dari waktu yang dijadwalkan karena ada satu dan lain hal yang menghambat acara ini.

Teknik Geologi angkatan 2008 @HM. 


Panti Asuhan Bina Siwi, Bantul, Yogyakarta.


Alhamdulillah kami sampai di lokasi Panti Asuhan Bina Siwi pada saat adzan Ashar. Sesaat kami datang, salah satu dari mereka lari menghampiri kami. Ia mengulurkan tangannya untuk salaman. Bangun dari duduknya, teman-teman yang lain pun mengikuti, lalu memberanikan diri mendatangi kami. Sambil tertawa lebar, mereka memberikan tangannya untuk bersalaman, mencium tangan kami, menyapa ramah. Mata mereka cerah. Hati saya langsung terenyuh.

Ekspresi sebagian anak panti sesaat setelah kedatangan kami.

Kemudian pihak pengurus membuka acara bakti sosial ini dan mengucapkan terima kasih atas perhatian yang telah diberikan. Ibu Jum dan Ibu Yanti selaku pihak pengurus panti, menceritakan seluk-beluk panti ini berdiri dan darimana asalnya niat baik semua ini. Mereka mengaku bahwa niat baik ini muncul dari pendidikan yang mereka terima. Ibu Jum dan Bu Yanti adalah lulusan Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SG PLB). Setelah lulus, tahun 1999 mereka merealisasikan pendidikan yang selama ini mereka terima. Maka dibangunlah panti ini. Sejak tahun 1999 hingga sekarang, anak di panti menambah dan tak pernah berkurang. Tak ada yang mau mengadopsi anak penyandang cacat atau bermasalah. Maka mereka lah seumur hidup akan mengurusi anak-anak ini lahir dan batin. Saat bercerita, Ibu Jum mengatakan rasa syukurnya atas kehadiran kami dan berkali-kali mengucapkan terima kasih. Mereka tidak merasa, bahwa kitalah yang berhutang budi dan seharusnya yang berterima kasih atas segala jasanya, mendahulukan kesejahteraan orang lain di atas dirinya sendiri. Datang, memeluk, membina, dan membesarkan anak-anak asuhnya agar percaya diri menunjukkan diri apa adanya. 

Di Panti Asuhan Bina Siwi ini terdapat 26 anak penyandang cacat mental dan cacat fisik. "Setiap anak itu mempunyai karakter dan kelebihan yang berbeda-beda. Jadi kalau ada 26 anak di sini, ada 26 karakter, ada 26 masalah. Kami mengakali terus," ujar Bu Jum penuh semangat. Beliau menceritakan satu persatu cacat apa saja yang diderita oleh anak-anak panti ini. 

Anak-anak Panti Asuhan Bina Siwi Bantul bersama pengurus panti. Bu Jum dan Bu Yanti.


Saat itu ada beberapa anak yang saya ingat. Sari. Gadis ini berumur 25 tahun sangat akrab dengan saya saat acara tersebut. Dahulu saat bencana Merapi terjadi, ia ketakutan sekali. Saking takutnya ia sampai naik bus kota menjauhi rumahnya. Ia pun kesasar. Semua orang mengira dia gila. Ia selalu diusir oleh masyarakat yang melihatnya. Sampai akhirnya polisi membawa ke Panti Bina Siwi untuk diasuh. Satu tahun berlalu, tak ada kabar dari keluarga Sari. Suatu hari tak sengaja ada yang mengenali Sari lalu melaporkan ke keluarga Sari mengenai keberadaannya. Satu bus dari desa Sari mendatangi panti. Mereka senang sekali Sari masih hidup dan sehat. Mereka mengira Sari sudah meninggal. Namun saat Sari hendak diajak pulang, Sari tidak mau. Mungkin karena sudah terbiasa dan banyak temannya, Sari pun hingga sekarang menetap di panti dan selalu dijenguk orang tuanya.

Saat berfoto dengan tangan bergaya "Peace" Sari memeluk saya dari belakang. 

Keceriaan Sari saat bermain dengan saya dan teman-teman Teknik Geologi 2008.

Kepercayaan diri Sari dan teman-teman saat menyanyikan lagu.

Sari tidak memiliki cacat fisik, namun mental yang terganggu akibat bencana Merapi. Diceritakan oleh Ibu Jum, Sari memiliki kebiasaan unik. Jika mandi, air dalam bak mandi harus sampai habis. Bahkan sabunnya pun harus sampai habis. Kalau tidak habis dia belum mau berhenti. Padahal anak-anak lainnya pada mau berangkat sekolah, akhirnya Ibu Jum dan pihak panti lainnya mengakali dengan memberi satu ember air dan irisan kecil sabun mandi khusus untuk Sari.

Selain Sari, ada lagi salah satu anak yang membuat hati saya sangat terenyuh. Erwin. Anak laki-laki ini berumur sekitar 14 tahun. Ia memiliki cacat fisik. Tangannya tidak dapat berfungsi. Saat hendak makan nasi kotak yang dibagikan oleh temanku, Erwin mengalihkan perhatian saya. Ia melakukan semua aktivitasnya dengan kaki. Saya meneteskan air mata. Saya mencoba ingin membantunya dengan menyuapi nasi tersebut, namun ia tidak mau. Seolah-olah ia berkata, "aku bisa". Dengan berusaha menggunakan kakinya, Erwin memakan sedikit demi-sedikit nasi tersebut sampai habis. Walaupun tak jarang nasi tersebut jatuh ke lantai. Betapa saya sangat bersyukur saat itu. Allah SWT memberikan saya sehat mental dan fisik, tanpa kurang sedikit pun. Terkadang saya lupa bersyukur kalau saya bisa makan dengan menggunakan tangan, bisa jalan dengan kaki, dan kenikmatan lainnya. Erwin, kamu mengajarkanku tentang apa itu rasa bersyukur memiliki organ tubuh yang lengkap dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Erwin sedang makan menggunakan kakinya.

Satu lagi, anak panti yang benar-benar membuka mata hati saya. Putri. Anak perempuan berumur 8 tahun ini memiliki cacat fisik. Sejak dilahirkan, ia tidak dapat berbicara karena tidak memiliki langit-langit, yang membatasi mulut dan hidung. Sehingga tidak aneh jika ia menjadi anak yang suka cari perhatian. Ketika ingin mengajak ngobrol kami, biasanya ia mencubit atau memukul kami. Ia cukup manja, karena memang yang paling kecil di panti ini. Putri anak yang supel, ia selalu ingin mengajak ngobrol kami.

Putri penyandang cacat fisik yang tidak dapat berbicara.

Putri yang sedang manja. Ia ingin dipangku oleh teman saya, Didi.

Selain Sari, Erwin, dan Putri, terdapat 23 anak lainnya yang memiliki cacat secara fisik dan intelegensi. Mereka memiliki latar belakang dan permasalan yang berbeda. Ada yang epilepsi, down syndrome, korban broken home, yatim - piatu, dan lain-lain. Dengan banyaknya penghuni panti yang berusia 7 hingga 40 tahun itu, pemerintah membantu mereka dengan runtin menyumbang dana sebesar Rp. 750.000,- per tahunnya. Sumbangan sejumlah itu untuk 26 anak asuh dan ditambah 8 pengurus lainnya. Beruntung warga kecamatan Pajangan Bantul sangat baik. Mereka memberikan tanah desa untuk keperluan panti. Warga pun mengumpulkan uang untuk membantu dana membangun gedung panti. Beberapa warga menyumbang batu bata, jendela, hingga keramik.

Wanita ini berumur 40 tahun dan mengalami cacat intelegensi.


Ibu Jum dan Ibu Yanti menceritakan bahwa anak-anak panti di sini pun diajarkan keahlian di bidang seni tari,  menyanyi, membatik, bahkan sampai menjaga kios. Mereka menceritakan bahwa ada salah satu warga yang membiayai seorang mahasiswi ISI untuk mengajarkan tarian untuk anak-anak panti tersebut. Tak aneh jika mereka sangat lincah ketika menarikan tarian India (Bollywood) dan tarian Jawa. Sorak-riuh yang terdengar saat anak-anak panti menari India. Mereka sangat percaya diri dan lincah. Terima kasih untuk para pengasuh di panti. Karena mereka lah anak panti dapat memiliki keahlian dan kepercayaan diri di tengah keterbatasan fisik dan mental. 

Anak-anak panti menari India bersama teman saya, Didi.

Anak-anak panti yang menari Jawa.

Salah satu anak panti yang menari Jawa.

Setelah mereka menari, kami pun memiliki kejutan dengan membagikan hadiah yang telah dibungkus kertas kado. Mereka bisa mendapatkan hadiah tersebut jika dapat menjawab pertanyaan dari kami. Pertanyaan tersebut sekita film yang sebelumnya telah diputarkan. Mereka berani mengacungkan tangan, berlari ke depan untuk menjawab pertanyaan-pertayaan yang teman saya lemparkan. Suasana sangat menyatu antara kami dan anak-anak panti. Sudah seperti keluarga sendiri. Semoga kami dapat terus berbagi seperti ini.

Anak panti penderita epilepsi yang sedang menerima hadiah bersama teman saya, Dina.

Suasana saat berbagi hadiah.



Tampak keceriaan dari paras Putri ketika bercengkrama dengan teman-teman saya. Resti dan Etet.


Kami bermain bersama anak-anak panti.


Sungguh ini adalah pelajaran hidup. Terkadang kita sering merasa menjadi pribadi yang paling susah sendiri, padahal di luar sana ada sudara-saudara kita yang jauh lebih susah. Datang, memeluk, dan bertemu langsung adalah hal yang mereka tunggu-tunggu. Sumbangan berupa materi memang penting, tapi alangkah lebih baiknya jika kita meluangkan waktu bersama, berbagi keceriaan, dan ikut merasakan kesulitan hidup yang mereka rasakan baik secara fisik maupun mental. Menjelang pulang, mereka berbinar-binar dan berulang kali mengucapkan terima kasih. Tidak, seharusnya kami yang berterima kasih. Terima kasih Ibu Jum, Ibu Yanti, pengurus panti lainnya, dan khususnya saudaraku 26 anak-anak panti yang sangat luar biasa. kalian lah yang mengajarkan saya untuk terus bersyukur dengan hidup ini. Sampai ketemu lagi :)


Teknik Geologi 2008 dengan anak-anak dan pengurus Panti Asuhan Bina Siwi, Bantul.


Jika ada teman-teman yang ingin berbagi, bisa datang ke Panti Asuhan Bina Siwi Bantul yang beralamat di Komplek Balai Desa Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta. Berbagi itu indah :)


Dokumentasi (foto-foto) diambil dari teman saya, Dian Novita.

Minggu, 28 April 2013

Masa Depan

Kemarin saya iseng melihat isi salah satu social media yang saya punya. Di sosmed tersebut saya pernah menuliskan sebuah catatan tentang cita-cita dan cinta pada tanggal 20 Agustus 2011. Saya membaca kembali dan seketika itu saya berpikir, "ternyata dulu saya telah berpikir sampai sedewasa itu". Unbelieveable. Cieeee Rani. Ehem. Uhuk :p
Beginilah kiranya catatan yang pernah saya buat.

Masa Depan

Ketika cita dan cinta harus diperjuangkan bersama-sama

Ada aku, kamu, mimpiku, mimpimu, egoku, dan egomu

Apakah semua bisa seiring sejalan?

Aku tidak tau, tapi aku yakin semua pasti yang terbaik

Kejarlah mimpimu hingga pelosok dunia dan aku pun juga

Kadang ada rasa cemburu ketika kamu sibuk dengan duniamu 

Ada rasa bangga ketika kamu dengan segala prestasimu

Tapi apakah kamu tau?

Itu bukan masalah bagiku. Aku bahagia, aku bangga, dan aku suka itu.

Sukses untukmu dan untukku.


20 Agustus 2011

T.R.P.A





Kamis, 25 April 2013

Bersyukur


Tausyiah inspiratif dari Ayat-Ayat Cinta oleh Abu Nawas Majdub


Saya SUSAH tapi ada yang LEBIH SUSAH dari saya,

Saya MENDERITA tapi ada yang LEBIH MENDERITA dari saya,

Saya SEDIH tapi ada yang LEBIH SEDIH dari saya,

Saya SAKIT tapi ada yang LEBIH SAKIT dari saya,

Rupanya saya lebih SENANG dari MEREKA,

Rupanya saya lebih BAHAGIA dari MEREKA,

Rupanya saya lebih GEMBIRA dari MEREKA,

Rupanya saya lebih SEHAT dari MEREKA.


ALHAMDULILLAH YA ALLAH BERSYUKUR DENGAN APA ADANYA KITA :)


Minggu, 21 April 2013

Terus Bermimpilah Kawan, Thailand I'm coming

Hari itu tanggal 1 Desember 2012 sedang diadakan Seminar Kebumian Nasional di KPFT UGM, saya menghadari acara tersebut untuk melihat presentasi publikasi penelitian. Sekedar menghabiskan waktu di hari Sabtu, saya datang bersama teman-teman. Kebetulan sekali teman-teman satu angkatan saya pun akan mempresentasikan hasil penelitiannya. Maklum saja, kami adalah angkatan 2008 yang notabene mahasiswanya sudah sibuk dengan tugas mulia a.k.a skripsi. Sehingga menghabiskan waktu bersama teman itu adalah hal yang sangat menyenangkan. Saya tidak akan menceritakan tentang Seminar Kebumian Nasional itu seperti apa, tetapi ada hal yang sangat mengejutkan saat acara tersebut sedang berlangsung. Acara tersebut berjalan lancar sebagaimana mestinya. Saat coffee break, saya dan teman-teman langsung menyerbu makanan kecil yang disediakan panitia. Tiba-tiba dosen pembimbing saya Dr. Sugeng Sapto Surjono memanggil saya.

Pak Sugeng : "Rani, kamu punya paspor kan?"

Rani : "Iya, Pak. Rani punya".

Pak Sugeng : "Kamu siapkan paper skripsimu ya. Januari kamu ke Thailand."

Rani : "Oh ya, Pak." (sambil kaget, pengen loncat-loncat sebenarnya. Saking girangnya. Tapi tetep stay cool.)

Pak Sugeng : "Ada 6 orang mahasiswa S2 yang terpilih dan kamu salah satunya".

Rani : "Alhamdulillah. Terimakasih, Pak. Itu acara apa ya, Pak?"

Pak Sugeng : "Itu acara seminar mahasiswa S2 se-ASEAN dan Jepang".

Rani : Oh iya, Pak. (Sok ngerti aja, padahal ga tau juga itu acara apa.)

Begitu singkat cerita, hal yang menyenangkan saat mengikuti acara tersebut. Saya senang sekali. Rasanya ingin loncat-loncat dan teriak-teriak. Tapi apa daya, saya masih ada di acara formal tersebut. Senyum-senyum sendiri. Begitulah gambaran muka saya. Banyak teman yang bertanya mengapa muka saya sumringah sekali. Tapi saya belum mau menceritakan kabar bahagia tersebut. Entah mengapa, saya selalu punya prinsip bahwa "kalau sudah pasti, baru akan cerita". Bukan saya pesimis, bukan. Tapi kalau tidak jadi, malunya setengah mati. Saya juga belum tau bagaimana seluk beluk acara tersebut. Singkat cerita saya berangkat ke Thailand bersama kelima teman S2 dan dosen-dosen Teknik geologi UGM.


Thailand, I'm coming

Yeah, ke luar negeri lagi. Senang bukan kepalang. Masih belum percaya saya dan kelima teman S2 dapat pergi bersama ke negeri yang berlambangkan gajah putih itu dengan biaya 0 rupiah. Yups, kami diberikan gratis biaya transportasi, akomodasi, dan uang saku selama di Thailand oleh JICA-Japan. Bukan masalah ndeso atau tidak, ini masalah kebanggaan. Tidak semua orang memiliki kesempatan tersebut. Bagi sebagian orang yang memiliki uang berlebih, mungkin mereka dengan mudah pergi ke luar negeri hanya sekedar berlibur bersama keluarga. Tapi bagi saya dan keenam teman saya, ke Thailand adalah pekerjaan yang sekali mendayung dua, tiga pulau terlampaui. Kami memiliki kewajiban untuk mempublikasikan hasil penelitian. Tetapi kami juga dapat berlibur di negara tersebut.

Kami berangkat tanggal 9 Januari 2013 dengan penerbangan bersama Garuda Indonesia. Asik. Nyaman sekali ini pesawat. Jarak tempuh menuju Bangkok, Thailand sekitar 3 jam dan tidak ada perbedaan waktu antara Indonesia dan Thailand. Hanya terpaut beberapa menit saja. Kebetulan dari Indonesia, UGM dan ITB yang menjadi peserta seminar tersebut. Sesampainya di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, kami rombongan dari Indonesia telah ditunggu oleh panitia Chulalongkorn University.



@Suvarnabhumi Airport, Bangkok, Thailand

Menuju hotel dengan menaiki bis tingkat ala Thailand. Kesan pertama, ternyata Bangkok mirip Jakarta. Hanya saja Bangkok lebih bersih, lebih tertib, dan tidak macet seperti Jakarta. Kami langsung menuju Pathumwan Princess Hotel. Hotel ini notabene berada di pusat Kota Bangkok dan langsung terhubung dengan salah satu mal terbesar di Bangkok. MBK.

Bis tingkat ala Thailand

Sekitar 15 menit waktu dihabiskan untuk sampai di hotel dari bandara. Seluruh mahasiswa dan dosen dari UGM dan ITB dikumpulkan di lobi hotel terlebih dahulu untuk pembagian kamar. Kebetulan sekali saya satu kamar dengan sahabat saya, Mbak Naru. Kemudian kami dipersilahkan untuk ke kamar masing-masing. Saya dan Mbak Naru sudah sepakat untuk tidak jaim alias jaga image. "Pokoknya kita ndeso-ndeso-an ya, Ran." begitu ujar Mbak Naru. FYI, hotel kami adalah hotel berbintang lima di Bangkok. Untuk ukuran mahasiswa, hal tersebut sangatlah lebih dari cukup untuk dapat memanfaatkan segala fasilitas yang ada di hotel. Khususnya untuk semua fasilitas yang berlabelkan "FREE". Hahahaha. Saya sempat mengabadikan foto kamar kami. Begini kiranya kenyamanan kami saat itu.

@Pathumwan Princess Hotel

Malam harinya, kami harus menyerahkan poster paper kami masing-masing. Kebetulan saya memang mendapatkan bagian sebagai Poster Presentation. Tidak mau melewatkan waktu sedikit saja di Bangkok, selesainya mandi kami langsung jalan-jalan di sekitar Bangkok. Saat itu kami sudah sangat lapar, sehingga kami tidak mau mencoba makanan Thailand yang belum tentu cocok di lidah kami. Alhasil, McD-lah yang menjadi pilihan kami untuk makan malam. Saat itu kami berpikir bahwa McD insyaAllah halal, karena memang tidak mengandung babi. Tetapi tanpa kami duga, rasa McD di setiap negara itu berbeda satu dengan yang lainnya. Karena memang sudah disesuaikan dengan lidah masyarakatnya. Rasa pedas di ayam tersebut bukan dari cabe melainkan rempah-rempah khas Thailand yang rasanya sangat "sengau" di hidung. Gagal. Malam itu perut kami tidak karuan. Tapi itulah sejatinya yang dinamakan pelancong di negara orang. Kemudian kami melanjutkan jalan-jalan di sekitar Bangkok dan salah satu mal terbesar di Bangkok. MBK.


Kiri-kanan : Mas Maul, saya (Rani), Mbak Naru, Brilian, dan Astika.

Kiri - kanan : Saya (Rani), Mbak Naru, Astika, Brilian, dan Mas Maul.

Selalu menemukan foto ini di seluruh penjuru Thailand. Raja yang sangat dihargai masyarakatnya.

@MBK, Bangkok, Thailand

Tuktuk adalah alat transportasi tradisional ala Thailand.

First Day, Poster Presentation

Tujuan utama saya dikirim UGM ke Thailand adalah untuk mempresentasikan hasil penelitian skripsi saya bukan berlibur. Kalau bisa jalan-jalan itu hanya tambahan saja. Saya mempublikasikan riset tersebut pada acara yang bernama "Kick-off Seminar on ASEAN-Japan Build-up Cooperative Education Program for Global Human Resource Development in Earth Resources Engineering". Pada kesempatan itu yang menjadi tuan rumah adalah Chulalongkorn University. Semua panitia memperlakukan kami dengan sangat ramah dan baik. Acara dimulai dengan pembukaan oleh petinggi-petinggi Chulalongkorn University, Kyushu University, dan JICA yang menjadi sponsor dari acara tersebut. Seluruh peserta yang menjadi presenter paper, baik oral maupun poster adalah mahasiswa-mahasiswa program Master yang ada di ASEAN (Indonesia, Malaysia, Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Singapura) dan Jepang sebagai pihak penyelenggara dan pemberi sponsor.

Banyak hal yang saya pelajari dari acara tersebut. Acara dimulai sangat tepat waktu sesuai jadwal yang telah dibagikan pada peserta. Kalian tau mengapa? Ya, karena pihak penyelenggara adalah Jepang. Mereka sangat disiplin. Saat mengisi ruangan konferensi, mahasiswa Jepang langsung duduk di bagian depan. Hal itu sangat berbeda dengan budaya mahasiswa Indonesia yang terbiasa enggan untuk duduk di barisan depan, lebih suka mengisi di barisan tengah dan belakang. Entah mengapa hal tersebut sudah melekat pada mental mahasiswa Indonesia. Kemudian hal lain yang saya pelajari dari mahasiswa Jepang adalah mereka tampil apa adanya. Saat presentasi mereka menggunakan jas almamater universitasnya tanpa merias wajah sama sekali. Itulah orang Jepang, tetap sederhana tapi wajah selalu cantik merona. Natural.

Acara dimulai dengan presentasi untuk bagian oral presentation. Tepat jam 14.00 waktu setempat merupakan bagian untuk poster presentation. Masing-masing presenter diberikan waktu 10 menit unutk memaparkan hasil penelitiannya. Saat itu saya membawakan judul, "The Effect of Diagenetic For Porosity Sandstone of Batu Ayau Formation, Upper Kutai Basin, East Kalimantan, Indonesia". Namun, untuk presenter dari poster presentation, kami diberikan tanggung jawab untuk menjaga poster sehingga ketika ada pengunjung yang datang untuk melihat dan bertanya mengenai penelitian tersebut dapat langsung dijawab dan diberikan penjelasan oleh presenter. Lancar. Begitulah presentasi untuk publikasi paper saya yang ke-4 ini. Beberapa moment telah diabadikan saat saya sedang mempresentasikan hasil penelitian saya. 




Saya (Rani) saat mempresentasikan hasil penelitian skripsi.


Sesaat setelah presentasi selesai. Kiri-kanan: Mbak Naru, saya (Rani), Astika, Pak Lucas, dan Mas Sufi.


  Kiri - kanan : Mbak Naru, saya (Rani), Astika, Pak Lucas, Mas Maul, Mas Sufi, dan Brilian.



Kiri - kanan : Mbak Naru, Pak Agung, saya (Rani), dan Brilian.


Berhubung penyuka warna merah muda, poster pun saya buat dengan nuansa merah muda. Girly.

Malam harinya, acara dilanjutkan dengan hiburan untuk mereleksasikan pikiran peserta-peserta yang merasa lelah setelah presentasi. Kami makan malam bersama dengan hidangan ala Pathumwan Princess Hotel. Berbagai makanan ada di sini. Bagi mahasiswa Indonesia ini merupakan ajang untuk ndeso-ndeso-an. Saya bersama dengan teman-teman UGM dan ITB selalu tertawa terbahak-bahak ketika mencoba semua makanan yang disajikan. Kami bolak-balik ambil makanan ini, coba makanan ini itu. Geli bila mengingat semua kenangan itu. Sejatinya itulah yang dinamakan enaknya berstatuskan "mahasiswa". Semua serba dimaklumin. Hahahaha :) 

Dinner @Pathumwan Princess Hotel. Kiri - kanan : Mas Maul, Astika, Mbak Naru, saya (Rani), dan Brilian

Kemudian kami pun melihat pertunjukkan tarian tradisional Thailand. AwesomeThey were extremely beautiful. Sorak riuh pun terdengar langsung dari peserta konferensi, khususnya laki-laki. "Ini adalah hiburan yang sangat menyenangkan", ujar Mas Sufi. Tarian tradisional Thailand ini menggunakan lilin dan payung. Gerakannya dinamis, tidak cepat, dan tidak juga lambat. Saya pun terkesima dengan kecantikan penari-penari tersebut. Pihak panitia memberikan waktu bagi para peserta untuk berfoto bareng dengan penari-penari tersebut. Heboh. Begitulah gambaran mengenai situasi paska penari-penari Thailand menari.


                                                Tarian tradisional Thailand menggunakan lilin.

                                              Tarian tradisional Thailand menggunakan payung.


Kelenturan penari tradisional Thailand sangat terlihat saat dia menggerakkan tubuhnya.

Sa 
Kami sempat berfoto dengan penari-penari Thailand. Kiri - kanan : Mas Maul, Astika, Pak Agung, Mbak Naru, saya (Rani), dan Brilian.

Second Day, Perlite Mine Fieldtrip @Pnomchat Hill, Lopburi, Thailand

Setelah malamnya seluruh peserta dan panitia melepas lelah dengan berbagai hiburan, pagi harinya kami harus sudah siap pukul 05.00 waktu Thailand untuk bersiap-siap fieldtrip ke Perlite Mine di Pnomchat, Lopburi, Thailand. Seluruh peserta dibagi menjadi 2 rombongan. Karena terdapat dua lokasi yang menjadi pilihan masing-masing peserta. Saya dan teman-teman UGM memilih ke tambang Perlite. Perjalanan menuju tempat singkapan perlite tersebut membutuhkan waktu 3 jam. Panitia memberikan masing-masing peserta bekal sarapan pagi. Makanan tersebut dibungkus dengan kotak besar berwarna hijau. Cantik sekali kemasannya. Kebetulan saat itu, saya satu mobil dengan mahasiswa-mahasiswa dari ITB. Kami membuka kotak makanan tersebut. Dan woooow... speechless! Makanan tersebut tidak yang sesuai kami bayangkan. Maklum, saya dan teman-teman merupakan lidah orang Indonesia asli. Jadi saat itu dipikiran kami, sarapan itu ya nasi. "Mana kenyang kayak gini!", celetuk salah satu teman saya dari ITB. FYI, isi kotak besar itu hanyalah roti kecil, telur rebus, merica, butter, susu, apel segar, dan orange juice. Saya pun yang notabene pencinta makan, hanya nanar memandang kotak itu. Diam dan hanya mencelos saja. Mungkin sarapan pagi yang sehat menurut mereka seperti itu. Tapi jika dipikir, semua makanan tersebut memang memenuhi 4 sehat 5 sempurna. Namun maklum saja, kami anak geologi. Prinsip kami yang penting kenyang, gizi belakangan. LOL!

Sesampainya di tambang Perlite, kami disambut oleh pemilik perusahaan tersebut. First impression saya untuk pemilik tambang tersebut, ternyata beliau sudah tua tapi tetap bergaya ala koboy. Selidik punya selidik, beliau lulusan Geologi Chulalongkorn University. Memang, lulusan geologi itu tetap keren walaupun sudah tua. Dengan memakai topi bergaya koboy, Beliau menjelaskan Perlite itu seperti apa. Sangat memberikan pengetahuan baru tentang geologi yang tidak saya dapatkan selama belajar di Indonesia. 

FYI, Perlite adalah gelas volkanik yang memiliki kandungan air yang tinggi, secara tipenya terbentuk akibat proses hidrasi pada obsidian. Stop. Saya tidak akan menjelaskan Perlite itu seperti apa secara detail, karena saya akan menulis tentang Perlite di lain kesempatan. Ternyata Perlite ini banyak sekali kegunaannya mulai dari bahan manufaktur, semen plaster, insulasi batubata, penyubur tanah, makanan tambahan untuk hewan, bahkan dijadikan sebagai obat jerawat. Sungguh luar biasa. Saya diperlihatkan bagaimana mengolah Perlite, diajak ke lapangan agar saya tau singkapan Perlite itu seperti apa. It was very  beneficial and valuable experience in both academic and non-academic. Saat kami hendak pulang, pemilik tambang memberi kami obat jerawat. Beliau berkata, "Jika obatnya cocok, kita bisa kerja sama untuk bisnis obat jerawat di Indonesia". Ramah. Begitulah kesan yang saya tangkap usai acara fieldtrip selesai. 

Hand specimen of Perlite

Pemilik tambang akan mempresentasikan mengenai Pelite, sebelum peserta ke lapangan.
setelah 
Tambang Perlite @Pnomchat Hill, Lopburi, Thailand

Di depan singkapan Perlite, kami sempat mengabadikan foto bersama. 


Obat jerawat dari mineral lempung bentonite.


@Chulalongkorn University

Perjalanan masih berlanjut menuju kampus baru dari Chulalongkorn University yang memakan waktu sekitar 2 jam. Kami terlelap karena memang sebelumnya merasa lelah setelah dari lapangan melihat singkapan Perlite. Perut saya sudah lapar bukan main. Alasan utama bukan karena habis dari lapangan, tetapi memang tadi pagi sarapannya hanya telur rebus. Kami disambut oleh pihak universitas Chulalongkorn. Satu hal yang mengganjal di hati saya. "Gimana kalau makanan yang disajikan rasa bumbunya sengau lagi seperti McD kemaren malam?", begitu gerutu saya dalam hati. Pasrah. Begitulah keadaan saya saat itu. 

Makanan pun telah terhidang. Semua membaur antara dosen dan mahasiswa. Kebetulan saat itu saya satu meja dengan teman ITB, UGM, dan dosen Kamboja, Malaysia, dan Thailand. Agak canggung, karena saya harus makan satu meja dengan dosen dari luar negeri. Bukan masalah tidak percaya diri, bukan. Tapi jika saya ingin makan banyak, nambah, atau mau ambil ini, ambil itu, pastinya jadi malu-malu kucing. Apalagi perut saya sudah lapar dan tidak bisa diajak kompromi. Makan pun dimulai. Makanan tersaji dengan rapih dan terlihat enak. Tapi saya terlalu berhati-hati, karena trauma dengan bumbu sengau khas Thailand. Saya pun cari aman dengan mengambil bebek bumbu kecap saja. Padahal menu yang tersaji sangat beragam, mulai dari sup sirip hiu, ikan bumbu Thailand, dan sayur khas Thailand. 

Kampus baru Chulalongkorn University, Thailand.

Menu makanan yang disajikan (sup sirip hiu, bebek bumbu kecap, sayur khas Thailand, dan ikan bumbu Thailand) saat berkunjung ke kampus baru Chulalongkorn.

Suasana mahasiswa dan dosen saat makan bersama di kampus baru Chulalongkorn.

Tujuan utama ke kampus baru Chulalongkorn ini untuk melihat laboratotium-laboratorium yang dibangun di kampus ini. Seperti yang diketahui bersama Chulalongkorn University ini merupakan universitas terbaik di Thailand. Sangat lengkap laboratorium yang ada di sini. Kami pun diajak berkeliling dan diterangkan satu persatu kegunaan laboratorium yang ada di kampus tersebut. Salah satunya adalah Laboratorium Biogas. Saya cukup tertarik ketika mendengar penjelasan mengenai laboratorium ini. Mahasiswa di Chulalongkorn telah diajarkan bagaimana bisa mengolah biogas secara langsung. Mungkin ini dapat dijadikan studi banding untuk Teknik Geologi UGM yang notabene terbaik di Indonesia. Tidak dipungkiri, fasilitas yang baik dapat menunjang mahasiswanya untuk terus inovatif. 

Laboratotium Biogas @Chulalongkorn University


Peserta fieldtrip yang sedang mendengarkan penjelasan dosen Chulalongkorn University.


Kiri - kanan : Saya (Rani), Astika, Zakiko (Kyushu University), dan Mbak Naru.


Saya (Rani) dan Mbak Naru bersama panitia Chulalongkorn University.

@ Ayutthaya, Thailand

Masyarakat Indonesia sangat terkenal dengan kekeluargaanya. Maka tidak aneh, ketika kita berpergian pasti semua orang yang kenal minta dibawakan oleh-oleh. Sudah tradisi. Mungkin itu sebutan khas untuk kita. Pihak Panitia membawa kami untuk melihat lokasi wisata yang terkenal di Thailand. Salah satunya adalah Ayutthaya. Namun sebelumnya kami diajak panitia untuk melihat tempat bersejarah di Thailand. Ayutthaya merupakan kota tua yang dulunya berupa kerajaan di Thailand. Terletak di utara Bagkok, sekitar 76 kilometer. Kami melihat terdapat kuil besar yang sekarang dijadikan tempat sembahyang bagi masyarakat sekitar. Hal yang saya perhatikan dari kuil tersebut adalah setelah sembahyang mereka selalu menempelkan kepingan emas ditubuh patung Buddha tersebut. 

                             @Ayutthaya

Masyarakat Thailand yand sedang sembahyang.

Patung Buddha terbesar yang pernah saya lihat.


Pemandangan patung 1000 Buddha di Ayutthaya.

Brilian dan Mas Sufi yang berfoto di depan patung Buddha yang tertidur. What a big Buddha's sculpture!

Kiri - kanan : Habibi (ITB), Astika, Mbak Naru, saya (Rani), Mahesa (ITB), dan Mas (ITB)

Pemandangah
Ma
@Floating Market Ayutthaya, Thailand.

Floating Market Ayutthaya merupakan stop site terakhir yang memang paling ditunggu oleh mahasiswa-mahasiwa dan dosen-dosen dari Indonesia. Karena tradisi "oleh-oleh" yang telah melekat di jiwa dan raga masyarakat Indonesia. Tempat ini sudah menjadi tempat wisata yang terkenal untuk membeli oleh-oleh. Mungkin jika di Jogja, Malioboro-lah tempatnya. Namun, tempat belanja di Ayutthaya ini sangatlah berbeda, karena tempat jualan mereka mengambang di atas sungai. Floating means "mengambang". Cukup menyenangkan saat tawar-menawar dengan pedagang di sana. Tidak semua pandai menggunakan Bahasa Inggris. Komunikasi kami sangat mengandalkan pada kalkulator. Kami saling menekan angka yang tertera pada kalkulator, kemudian menunjukkan pada pedagang dan sebaliknya. Begitu seterusnya sampai didapatkan harga kesepakatan. Sangat berkesan.

@Floating Market, Ayutthaya, Thailand


Kiri - kanan : Pak Lucas, Mas Sufi, Pak Udin, Mas Maul, Pak Agung, dan Brilian.


Tempat belanja yang mengambang di atas sungai. Floating Market.


Pedagang yang tawar-menawar di atas perahunya.

Kiri - kanan : Stephani (ITB), Mbak (ITB), Mbak Naru (UGM), saya (Rani), dan Astika (UGM).


Kiri - kanan : Mbak (ITB), Stefani (ITB), Mbak Naru, saya (Rani), dan Stefanus (ITB).

Kiri
Keesokan Harinya kami bersiap-siap untuk kembali ke Indonesia. Pengalaman yang sangat berharga. I'm so lucky person. Alhamdulillah. Hanya itu yang bisa saya katakan. Tak pernah terbayangkan sebelumnya. Tapi percaya, aku, kamu, kita semua pasti bisa. Tak perlu memiliki uang banyak jika ingin ke luar negeri. Sekali lagi saya tekankan, jika kita pergi ke luar negeri bersama keluarga untuk sekedar liburan karena kekayaan orang tua, itu biasa. Tapi jika kita dapat pergi ke luar negeri untuk kepentingan pendidikan dengan 0 rupiah, itu yang luar biasa. Bangga. Jadilah mahasiswa yang out of the box. Kita bisa membuat penelitian, riset kecil-kecilan tapi hasil jerih payahmu. Karena sesungguhnya riset itu tidak harus yang besar dan mahal. Maka, kamu berhak mendapatkan apresiasi yang luar biasa. Banyak institusi dan perusahaan yang memberikan perhatiannya untuk mahasiswa-mahasiswa yang inovatif. Karena mereka tidak segan untuk membiayai kita untuk mengikuti konferensi bertaraf internasional. Kuncinya teruslah kreatif, inovatif, jangan mudah menyerah, tentunya doa yang senantiasa kepada Yang Maha Mengatur hidup manusia.

Be High Quality Student!

@Suvarnabhumi Airport, Bangkok, Thailand. Kiri - kanan : Astika, Mbak Naru, saya (Rani), Brilian, Mas Maul, dan Mas Sufi



Salam Semangat, 

Rani